Jayapura, Jubi – Niko Suhun (21 Tahun), satu dari ratusan Anggota Aliansi Mahasiswa Papua [AMP], masih menjalani perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat. Ia mengalami pecah kepala dan kena peluru gas air mata yang ditembakan oleh anggota kepolisian Polda Metro Jaya, saat para mahasiswa ini menggelar aksi damai memperingati 54 Tahun HUT West Papua, di Jakarta.
“Niko kena gas air mata, kemudian kepalanya terbentur keras. Ketika sudah setengah pingsan ia diseret sambil diinjak-injak oleh polisi dan tentara. Tempurung kepalanya retak hingga kepalanya trauma dan pendarahan di bawah kulit kepala. Juga di bawah tengkorak sehingga harus dioperasi. Susah makan karena dagu masih trauma akibat diinjak-injak,” terang Veronika Koman, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta kepada Jubi, Rabu (2/12/2015).
Veronika yang mendampingi para mahasiswa asal Papua ini sejak ditahan di Mapolda Metro Jaya, Selasa (1/12/2015) menjelaskan, Niko Suhun setelah mengalami kekerasan itu, langsung dibawa oleh rekan-rekannya untuk di ronsen kepala dan otaknya di RS UKI. Dari penjelasan dokter yang memeriksa Niko, diketahui kemudian tulang kepala bagian samping kanan belakang retak kedalam dan mengakibatkan otaknya membengkak. Akibat lainnya, ada gumpalan darah di sekitar otaknya. Ia langsung dibawa ke Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) untuk ditangani lebih lanjut.
Saat dihubungi Jubi di RS PON, Niko mengatakan awalnya ia terkena gas air mata. Ia langsung terjatuh, polisi datang dan menginjak-injak dirinya.
“Lalu saya dengar tembakan. Tidak tau dari mana kena kepala bagian kanan saya. Langsung saya jatuh dan pingsan,” kata Niko.
Zely Ariane, aktivis PapuaItuKita yang memantau jalannya aksi Selasa (1/12/2015) kepada Jubi mengungkapkan, polisi tak hanya menangkap 306 aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua. Seorang mahasiswa bernama Zeth Tabuni yang menolong Niko juga dikeroyok oleh polisi saat membubarkan aksi damai yang dilakukan oleh mahasiswa Papua.
Bernardo Boma, ketua AMP Komite Kota Semarang saat dikonfirmasi Jubi sore ini mengatakan, 2 mahasiswa masih ditahan. Sementara sisanya sudah disuruh pulang. Dua mahasiswa ini bernama Enos dan Eli yang kuliah di STKIP Surya Tangerang. Keduanya ditahan untuk diperiksa lebih lanjut.
“Mereka berdua dikenai pasal 170 tentang pengeroyokan, 160 tentang penghasutan, 212 tentang melawan petugas, 214 dan 351 tentang penganiayaan,” jelas Veronika.
Kasubdit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Eko Hadi Santoso seperti dikutip dari media mengklaim sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk menjerat para tersangka. Bukti tersebut antara lain hasil visum dan keterangan saksi pelapor yang mengaku dikeroyok.
Pemukulan dan pengeroyokan itu terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 34-15807 di Jalan raya Gading Serpong kav 4/1 Kelurahan Pakulonan Barat, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, pukul 06:00 Selasa pagi, 1 Desember.
Menanggapi klaim polisi ini Veronika mengatakan secara teknis memang ada aksi pengeroyokan terhadap polisi. Tapi aksi itu tak bisa dilihat secara sepotong karena faktanya, Enos dan Eli bersama beberapa rekannya hendak ikut aksi, on the way dari Tangerang kemudian dihadang oleh polisi yang tidak memakai baju seragam,” katanya.
“Insiden pembubaran demonstrasi masyarakat Papua di Bundaran HI harus dilihat secara utuh, mulai dari penghadangan hingga penangkapan. Sebab polisi sudah mengetahui gerakan masyarakat Papua ini, yakni bergerak dari 9 titik berbeda di Jakarta dan kota lainnya, menuju Bundaran HI. Sembilan titik itu semua dihadang oleh polisi. Polisi settingnya enggak mau aksi ini jadi,” katanya.
Seorang narasumber terpercaya Jubi di Jakarta juga mengatakan, semalam sebelum mahasiswa melakukan aksi demo yang berujung pada penangkapan dan bentrokan antara polisi dan mahasiswa Papua, Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian sempat datang dan bicara yang baik-baik. Namun pada akhirnya demo berakhir ricuh.
“Tentu sebagai anak Papua saya kecewa. Juga mengutuk aparat kepolisian di negara ini yang terus memperkosa demokrasi dengan cara-cara seperti itu,” katanya.
“Tentu sebagai anak Papua saya kecewa. Juga mengutuk aparat kepolisian di negara ini yang terus memperkosa demokrasi dengan cara-cara seperti itu,” katanya.
Selain 306 mahasiswa yang ditangkap saat aksi itu, seorang penjual batu akik berinisial AG juga ditangkap juga oleh polisi dan digiring bersama ratusan mahasiswa Papua di Jakarta. (Arnold Belau)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar