Jumat, 24 Oktober 2014

TOLAK DEMO PEMBEBASAN JOURNALIST DENGAN 7 ALASAN POLDA PAPUA

Tolak Demo Pembebasan Jurnalis, Ini 7 Alasan Polda, Dinilai Murni Menutup Demokrasi

Diposting oleh TPN pada Minggu, 12 Oktober 2014

Foto: Surat Penolakan Kepolisian Indonesia/Dok. Ones Nesta Suhuniap


Buletin TPN, Nasional Papua Barat -- Polda Papua melalui direktur intelkam polda papua mengeluarkan surat balasan penolakan terhadap surat Pemberitahuan aksi demonstrasi (Demo) damai KNPB tentang pembebasan dua wartawan Asing asal Prancis, Thomas Dandois, Valentine Bourrat.

Surat penolakan pemberitahuan dengan No. B/63/X/2014/Dit-Intelkam. Perihal: Jawaban Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkannya STTP [Surat Tanda Terima Pemberitahuan].

Ada tujuh alasan penolakan surat pemberitahuan KNPB dengan No 0091.I/EX/SP/BPP-KNPB/X/2014.
Tujuh Alasan penolakan surat Pemberitahuan adalah:
1. Oraganisasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB ) tidak terdaftar di Kesbangpol Provinsi Papua selaku pembina organisasi masyarakat di linggup provinsi Papua;
2. Kepala atau Kop Surat pemberitahuan KNPB menggunakan lambang atribut bintang kejora yang dilarang oleh Negara kesatuan Rebuplik indonesia dengan NO 77 tahun 2007;
3. Dari hasil Pantauan selama ini, setiap kegiatan aksi unjuk rasa atau demo yang dilaksanakan oleh kelompok KNPB (komite nasional Papua Barat ) selalu menyuarahkan aspirasi Papua Merdeka, hal ini bertentangan dengan undang-undang No. 9 Tahun 1998 pasal;
4. Cap atau stempel menggunakan Simbol-simbol papua merdeka yang dilarang oleh NKRI;

5. Sesuai dengan tugas Polri yang selaku pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat, maka kegiatan masyarakat serta kegiatan organisasi masyarakat (ormas ) akan mendaftarkan perlakukan yang sama;
6. sehubugan dengan penjelasan sebagaimana dimaksud di atas, maka rencana unjuk rasa yang akan dilakasanakan pada hari senin 13 oktober 2014 di kantor inmigrasi kelas I jayapura oleh KNPB berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku, Maka STT ( surat tanda terima Pemberitahuan ) tidak dapat diterbitkan atau ditolak;
7. Pelaku dan peserta pelaksana penyampaian pendapat di muka umum yang tidak mematuhi ketentuan perundang-uandangan yang berlaku serta melakukan perbuatan melaggar hukum dapat dikenakan sanksi hokum sesui dengan ketentuan peraturan perundang-undagan yang berlaku.
Pandangan KNPB agar rakyat tahu, sebagai berikut:
1. Alasan Polda untuk menolak surat pemberitahuan hanya upaya pembungkaman Ruang Demokrasi di Papua Barat. Karena, KNPB bukan organisasi baru melainkan oraganisasi perjuangan, sudah ada sebelum Indonesia ada di Papua yaitu KNP (Komite Nasional Papua). Namun, kini kita hanya menambakan huruf B, dikarenakan berdasarkan deklarasi manivesto Politik KNP pada tanggal 1 Desember 1961 mendeklarasikan nama Wilayah atau Negara yaitu Papua Barat sehingga KNP kini menjadi KNPB.

2. Alasan penolakan surat pemberitahuan KNPB oleh polda Papua pada Poin dua dan Poin 4 tentang lambang atau simbol bintang kejora berdasarkan No. 77, kami menilai bertentangan dengan undang–undang Tahun 2001 Otonomi khusus tentang simbol daerah, maka polda melanggar Undang-undang. Karena, Aceh bisa menggunakan lambang daerah sedangkan Papua Tidak. Seperti yang kita tahu bahwa sam-sama wilayah Otonomi.

3. Alasan penolakan pada poin tiga tentang kegiatan KNPB selalu melakukan aspirasi Papua Merdeka, kami KNPB menilai ini bertentagan dengan Undang-undang dasar 1945, alinea Pertama yaitu Kemerdekaan adalah Hak segala bangsa oleh Karena Itu, Polda Papua Melanggar UUD1945.
4. Alasan pada poin satu sesuatu yang tidak masuk akal karena KNPB bukan Baru lair hari ini. Tetapi, KNPB sudah ada sebelum NKRI ada di Papua yaitu kita kenal dalam sejarah bangsa Papua yaitu KNP (Komite Nasional Papua ).
Kita hanya menambahkan B atau Barat. Karena, berdasarkan deklarasi Manivesto Politik KNP Pada tanggal 1 Desember 1961 menyebutkan nama wilayah, nama negara, dan simbol lainya disebutkan bahwa Nama Negara dan Wilayah adalah Papua Barat. Dan hal itu suda diakui oleh Pemerinta kerajaan belanda, sampai saat ini masih berlaku. Karena, Orang Papua tidak pernah membubarkan KNP dan Dewan New Gunea Raad.

5. KNPB menilai surat Penolakan Pemberitahuan KNPB hanya upaya Pembungkaman ruang demokrasi di Papua Barat. Dan alasan Polda Papua tidak mendasar, maka KNPB akan tetap melakukan aksi demo damai. Karena, Indonesia Negara Demokrasi harus menjamin setiap pendapat dan Pandagan politik yang berbeda ada di Indonesia.

Oleh Karena itu, apa pun alasannya, KNPB tetap melakukan aksi Demo damai sesuai dengan rencana, alasan apa pun kami jelas.
Mau tangkap silakan, mau tembak sialhkan, kami tidak pernah mengakui Keberadaan Indonesia di Papua Barat, NKRI hanya Penjajah.

KNPB adalah medianya rakyat Papua Barat dan tetap mengikuti apa pun dari KNPB. (Admin/B-TPN)

Senin, 20 Oktober 2014

Q & A: Australia's Reaction to Arrest of French Journalists in West Papua

Q&A: Australia’s reaction to arrest of French journalists in West Papua

The Australian Senate passed a motion last week, with explicit support from the Foreign Minister’s office, expressing concern over the imprisonment of two French journalists for reporting in Indonesia’s…
The Australian government, by supporting a motion passed by the Senate, expressed concern over restrictions to press freedom in West Papua. AAP Image/Sue Wellwood
The Australian Senate passed a motion last week, with explicit support from the Foreign Minister’s office, expressing concern over the imprisonment of two French journalists for reporting in Indonesia’s restive province using tourist visas.
The motion notes that press freedom in West Papua, where a 50-year separatist movement exists, is “tightly restricted”. The Senate called for the Australian government to request Thomas Dandois and Valentine Bourrat’s release.
The following is an interview with Ross Tapsell.

How will Australia’s comment about press freedom in West Papua affect Australia-Indonesia relations?

Unfortunately I doubt the comment will mean much at a time like this. Just last week we saw numerous Australian media practitioners dismayed that Parliament passed tougher national security laws, which will have implications for journalists and whistle-blowers.
One case that has been cited that would have been affected by these new laws is the reporting of Australian government tapping of the Indonesian president and his wife’s phone. Earlier this year, Indonesian president Susilo Bambang Yudhoyono called on the Australian government to stop suppressing details of a court case which involved him. Also, as others have already pointed out, Australia doesn’t allow journalists into Manus Island detention centre to talk to asylum seekers.
So while it is great that Australia stands up for greater access for foreign journalists in West Papua, we are hardly a beacon of light for media freedom at the moment. The Australian government has to practise what it preaches, otherwise it risks being seen as hypocritical.

What is the state of press freedom in West Papua for foreign journalists and how extraordinary is the case of Thomas Dandois and Valentine Bourrat?

West Papua is the only region in Indonesia where journalists need a special permit and clearance from officials in Jakarta.
The Indonesian government has a long history of restricting foreign press as well as other researchers and aid workers from accessing the region since it took the territory in 1963. For example, in June 1969, the Jakarta Foreign Correspondents Club lodged a protest with the Ministry of Information on the restriction on travel and entry of foreign press into West Papua, claiming the measures would have grave consequences for Indonesia’s image abroad and lend substance to doubts about the government’s approach to the region. The current situation for foreign media is, sadly, not new.
Some selected foreign journalists have received permission from Jakarta to report from West Papua, and they are almost always followed by intelligence agencies in the region. By my rough count, around ten Australian journalists have received permission to travel to the region since 2006.
Today, it is possible to go to many areas of the Papua provinces as a tourist. As such, many foreign journalists have entered on a tourist visa and reported from the region, as Dandois and Bourrat allegedly did. If caught and found to be there on a wrong visa, they are usually evicted from the region or sent home to their country. So it is extraordinary that these French journalists have been in jail for this amount of time.
This is also very poor public relations management of the situation by the Indonesian government. The longer the journalists are in jail the more likely international attention will be drawn to this story and Indonesia’s image will continue to be tarnished.

How should the new Indonesian president, Joko Widodo, deal with this case?

The French journalists should be released from jail in Papua and sent home. This would be consistent with previous actions taken by the Indonesian government.
Joko Widodo has said that once he is president he will consult widely with Papuans who are looking to improve the situation in their region. Obviously all advocates of media freedom (including myself) would like to see more openness in the region, including for both foreign and local media.
It is important to remember that many local Papuan journalists face threats and intimidation from security forces on a regular basis simply for doing their job. It is difficult for them to report on issues involving local politicians, human rights and the role of security forces in the region. There are numerous stories that simply can’t be published in the local press. So let’s not forget local journalists, and more broadly the restrictions on freedom of expression in the Papua provinces.
Certainly, ending the visa restrictions for foreign journalists is a good place for Widodo to start.

BERITA KORBAN KEMANUSIAAN

 BERITA KORBAN KEMANUSIAAN

 

Nasom Simofiaref (umur 43 tahun, agamanya Kristen Protestan, laki-laki) adalah warga asal Papua. Dia ditembak aparat keamanan yang bertugas di Tanah Papua. Jenasahnya ditemukan setelah ditembak mati.
Cara penambakannya sangat sadis. Dia dibunuh tanpa alasan oleh aparat keamanan yang bertugas di sana. Saya baru dapat foto korban ini.

Bukan lagi jamannya untuk menyembunyikan segala kelakuan aparat keamanan Indonesia di tanah Papua. Negara Indonesia harus bertanggung jawab nyawa dan segala korban manusia mulai tahun 1963-2014. Mereka harus bertanggung jawab di dunia ini dan di surga.................................. ...

Apakah Indonesia mampu bertanggung jawab atas pengorbanan manusia Papua..................................................?????????????????????????



Peace

H