Senin, 02 November 2015

Polisi tangkap aktivis, bruder, frater, mahasiswa di Papua


Polisi tangkap aktivis, bruder, frater, mahasiswa di Papua thumbnail
Tampak aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) Papua melakukan aksi demonstrasi di Abepura, Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (8/10).

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP HAM) Papua melakukan aksi demonstrasi di Abepura, Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (8/10).
Para aktivis ini hendak mendatangi Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menyuarakan penyelesaian sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua seperti kasus penembakan di Paniai dan Timika.
Namun, massa aksi yang tergabung dari SKP HAM seperti aktivis Kontras Papua, Bicara Untuk Kebenaran (BUK), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Pemuda Katolik, dan perwakilan Dewan Adat Papua terlebih dahulu dihadang aparat Polresta. Tidak hanya dihadang, aparat kepolisian juga menangkap sebagian aktivis ini termasuk beberapa bruder dan frater (calon imam Katolik).
Aksi penghadangan dan penangkapan aktivis oleh aparat kepolisian itu disampaikan Ketua Dewan Adat Paniai sekaligus anggota SKP HAM Papua, John Gobai, seperti dilansisr kepada JPNN.com dari Jayapura, Propinsi Papua, Kamis (8/10) malam.
“Kami belum sempat bergerak ke Kantor MRP (Majelis Rakyat Papua di Jayapura, Papua) keburu dihadang dan ditangkap. Sebagian aktivis juga dipukul oleh aparat kepolisian,” kata John Gobai.
John Gobai menuturkan, rencana demo sebenarnya dimulai pukul 13.00 WIT, dengan titik start dari Padang Bulan, Distrik Abepura, Jayapura yang berada di depan Kantor Pos Abepura dan Gereja Katolik Abepura, Jayapura.
“Kami baru mulai bergerak (orasi dan demo, red) sudah dihadang dan dibubarkan, bahkan ditangkap aparat kepolisian,” kata John.
Menurut John, penangkapan dilakukan oleh aparat Polsek Abepura, didukung aparat Polresta Jayapura.
“Polsek Abepura meminta kami membubarkan diri. Kami jelaskan bahwa sudah mengajukan surat pemberitaan ke Polresta Jayapura. Karena merasa sudah memberitahukansehingga kami tetap ingin melanjutkan aksi. Di sinilah kami dibubarkan,” katanya.
Padahal, menurut John, sempat dilakukan negosiasi. Namun, proses negosiasi belum berakhir, datang aparat Polresta Jayapura sebanyak satu truk dan langsung membubarkan massa aksi.
“Beberapa teman kami ditangkap, termasuk bruder dan frater, kemudian dibawa ke Polsek Abepura,” kata John.
Bahkan, kata John, selain menangkap beberapa aktifis, polisi juga mengambil kamera wartawan yang meliput, selanjutnya meminta untuk menghapus gambar atau foto saat melakukan aksi demonstrasi.
Menurut John, aktifis yang ditangkap akhirnya dilepas setelah melakukan pembicaraan dengan Wakil Kapolresta Jayapura, Komisaris Polisi (Kompol) Albertus Andreana.
John Gobai menegaskan pihaknya bersama elemen aktivis akan terus bersuara untuk menuntut penyelesaian kasus seperti di Paniai dan Timika serta kasus-kasus lainnya di wilayah Papua.
Terpisah, Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI dari Provinsi Papua Barat, Mervin Sadipun Komber menyesalkan sikap aparat kepolisian di Jayapura yang menangkap para aktifis tersebut. Dia menilai langkah tersebut sebagai upaya untuk membungkam suara masyarakat yang hendak memperjuangkan kebenaran dan mencari keadilan.
“Saya sangat menyesal dengan tindakan aparat kepolisian dengan menangkap aktifis. Ini membuat rakyat Papua terluka,” kata Mervin yang juga mantan Sekjen Pengurus Pusat PMKRI ini.
Foto: jpnn.com