Krisis Papua:Massa Mengamuk ,Proses Sosialisasi UP4B Gagal ?
REP | 14 January 2012 | 01:0746 0 10 dari 11 Kompasianer menilai aktualKrisis di bumi Cenderawasih kelihatannya semakin sulit di selesaikan,karena solusi politik yang di tawarkan Jakarta kurang mendapat sambutan positif dari warga Papua.Hal ini tercermin dalam proses sosialisasi konsep konsep pemerintah Indonesia yang di namakan”Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat(UP4B) di Monsinam Beach Hotel,Manokwari Kamis 12 Januari 2012,yang akhirnya bubar tanpa solusi yang nyata.
Sebagaimana dilaporkan oleh Suara Pembaruan,Jum’at 13 Januari 2012 ,bahwa dalam pertemuan di Mansinam Beach Hotel, Manokwari tersebut sekitar 20 warga Papua mengamuk sehingga Ketua UP4 B ,Bambang Darmono kabur lewat pintu belakang untuk meloloskan dirinya.Karenanya pertemuan yang juga di ikuti oleh Deputi UP4B,Irjen Pol(purn)Bagus Ekodanto,Prof.Iswahyudi,Dr.Feriyanto Jais,Dr.Sondiamar akhirnya pertemuan tersebut bubar dan tidak menghasilkan apa-apa.
Dalam menanggapi amukan massa yang menyebabkan bubarnya pertemuan UP4B dengan jajaran birokrasi Papua tersebut,Direktur Eksekutif Bantuan Hukum(LP3BH)Manokwari,Yan Christian Warinussi menyatakan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut,diamana sekitar 20 warga Papua yang salah seorang diantaranya adalah Ketua Dewan Adat Papua(DAP)wilayah III kepala burung,Barnabas Mandacan.
Menurut penerima penghargaan HAM internasional John Humphrey Freedom Award tahun 2005 di Canada itu menegaskan pula bahwa proses solsialisasi UP4B itu dilakukan terkesan kurang tranparan,bahkan tertutup bagi kelompok warga Papua yang merupakan dasar-dasar munculnya berbagai masalah konflik itu sendsiri.Mereka tidak di libatkan dalam proses sosialisasi tersebut,sehingga mustahil bisa menyelesaikan masalah konflik Papua yang sudah berlarut-larut tersebut sekiranya Pemerintah Indonesia masih menghindari dialog dengan berbagai kelompok -kelompok itu,yang merupakan komponen -komponen penting dalam masyarakat Papua tersebut.
Memang berbagai program yang akan dilaksanakan pemerintah terkesan tertutup,bahkan terkesan arogansinya yang kontra produktif dengan tujuan yang akan dicapainya.Inilah yang mengakibatkan mereka tidak memahami konsep-konsep yang menurut Jakarta itu baik ,sehingga masyarakat Papua tidak memahaminya apa tujuan dari konsep-konsep itu selain hanya berupa jargon-jargon politik yang tidak berbeda dengan konsep-konsep serupa sebelumnya.Dalam konteks ini,pemerintah Indonesia di jakarata kelihatan sekali coba menghindari kelompok-kelompok masayarakat Papua yang mempersoalkan”status referendum 1969″ di Papua sehingga bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun menurut kacamatan Indonesia,bahwa masalah Papua itu sudah selesai seiring tuntasnya referendum 1969 yang di selenggarakan oleh PBB(UNTEA)yang merupakan dasar hukum yang mengikat ,bahwa Papua (kini propinsi Papua,Papua barat)merupakan wilayah kedaulatan NKRI secara utuh,dan tidak terpisahkan.Namun bagi kelompok-kelompok OPM(Organisasi Papua Merdeka),Tentara Pembebasan Nasional Papua barat(TPNPB),PDP ( Presidium Dewan Papua),Dewan Adat Papua(DAP),Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua(AMPTP), West Papua National Authority(WPNA),West Papua National Coalition for Liberation(WPNCL),Komite Nasional Pemuda Papua(KNPP),Komite Nasional Papua Barat(KNPB),bersama parlemen-parlemen daerahnya,serta berbagai pemuka agama yang ada di papua masih sangat beragam persepsinya dalam masalah konflik Papua tersebut.Karenanya semstinya mereka jugga di libatkan dalam berbagai upaya untuk mengentaskan masalah masalah konflik sosial di wilayah Papua itu.
Memang masalah Papua itu bukan hanya masalah kesejahteraan warga Papua ,kemungkinan sekiranya masalah tersebut tidak berlarut-larut seperti sekarang ini boleh jadi masalah kesejahteraan sosial masyarakat Papua tersebut masih bisa relatif mudah diterima.Akan tetapi mereka sudah amat menderita hampir setengah abad ,menunggu realisasi janji muluk Jakarta yang tidak kunjung datang selain hanya jargon-jargon politik kosong belaka .Meskipun perut bumi cenderawasih tiap saat di keduk yang merusak lingkungan alam Papua sementara yang diuntungkan hanya rejim kapitalis asing seperti Paman Sam di Washington dan kapitalisme bumi putra yang patungan dengan asing di pusat pemerintah di Jakarta .
Hal itu tercermin dari ungkapan salah seorang pemimpin KNPB(Komite Nasional Papua Barat)sebagaimana dikatakan oleh Juru Bicaranya,Mako Tubuni bahwa masalah Papua bukan hanya masalah kesejahteraan,tetapi masalah aneksasi yang telah lama.Karenanya mereka tidak menghedaki konsep-konsep UP4B yang di sodorkan Jakarta ,tetapi mereka menghendaki suatu dialog antara warga Papua dengan pemerintah Indonesia.Nah kalau begitu kemauan mereka,maka pemerintah semestinya juga melibatkan semua komponen masyarakat Papua ,dan tidak hanya melibatkan para pejabat daerah propinsi papua dan Papua Baratnya saja.
Sebagaimana dilaporkan oleh Suara Pembaruan,Jum’at 13 Januari 2012 ,bahwa dalam pertemuan di Mansinam Beach Hotel, Manokwari tersebut sekitar 20 warga Papua mengamuk sehingga Ketua UP4 B ,Bambang Darmono kabur lewat pintu belakang untuk meloloskan dirinya.Karenanya pertemuan yang juga di ikuti oleh Deputi UP4B,Irjen Pol(purn)Bagus Ekodanto,Prof.Iswahyudi,Dr.Feriyanto Jais,Dr.Sondiamar akhirnya pertemuan tersebut bubar dan tidak menghasilkan apa-apa.
Dalam menanggapi amukan massa yang menyebabkan bubarnya pertemuan UP4B dengan jajaran birokrasi Papua tersebut,Direktur Eksekutif Bantuan Hukum(LP3BH)Manokwari,Yan Christian Warinussi menyatakan keprihatinannya terhadap peristiwa tersebut,diamana sekitar 20 warga Papua yang salah seorang diantaranya adalah Ketua Dewan Adat Papua(DAP)wilayah III kepala burung,Barnabas Mandacan.
Menurut penerima penghargaan HAM internasional John Humphrey Freedom Award tahun 2005 di Canada itu menegaskan pula bahwa proses solsialisasi UP4B itu dilakukan terkesan kurang tranparan,bahkan tertutup bagi kelompok warga Papua yang merupakan dasar-dasar munculnya berbagai masalah konflik itu sendsiri.Mereka tidak di libatkan dalam proses sosialisasi tersebut,sehingga mustahil bisa menyelesaikan masalah konflik Papua yang sudah berlarut-larut tersebut sekiranya Pemerintah Indonesia masih menghindari dialog dengan berbagai kelompok -kelompok itu,yang merupakan komponen -komponen penting dalam masyarakat Papua tersebut.
Memang berbagai program yang akan dilaksanakan pemerintah terkesan tertutup,bahkan terkesan arogansinya yang kontra produktif dengan tujuan yang akan dicapainya.Inilah yang mengakibatkan mereka tidak memahami konsep-konsep yang menurut Jakarta itu baik ,sehingga masyarakat Papua tidak memahaminya apa tujuan dari konsep-konsep itu selain hanya berupa jargon-jargon politik yang tidak berbeda dengan konsep-konsep serupa sebelumnya.Dalam konteks ini,pemerintah Indonesia di jakarata kelihatan sekali coba menghindari kelompok-kelompok masayarakat Papua yang mempersoalkan”status referendum 1969″ di Papua sehingga bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun menurut kacamatan Indonesia,bahwa masalah Papua itu sudah selesai seiring tuntasnya referendum 1969 yang di selenggarakan oleh PBB(UNTEA)yang merupakan dasar hukum yang mengikat ,bahwa Papua (kini propinsi Papua,Papua barat)merupakan wilayah kedaulatan NKRI secara utuh,dan tidak terpisahkan.Namun bagi kelompok-kelompok OPM(Organisasi Papua Merdeka),Tentara Pembebasan Nasional Papua barat(TPNPB),PDP ( Presidium Dewan Papua),Dewan Adat Papua(DAP),Aliansi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua(AMPTP), West Papua National Authority(WPNA),West Papua National Coalition for Liberation(WPNCL),Komite Nasional Pemuda Papua(KNPP),Komite Nasional Papua Barat(KNPB),bersama parlemen-parlemen daerahnya,serta berbagai pemuka agama yang ada di papua masih sangat beragam persepsinya dalam masalah konflik Papua tersebut.Karenanya semstinya mereka jugga di libatkan dalam berbagai upaya untuk mengentaskan masalah masalah konflik sosial di wilayah Papua itu.
Memang masalah Papua itu bukan hanya masalah kesejahteraan warga Papua ,kemungkinan sekiranya masalah tersebut tidak berlarut-larut seperti sekarang ini boleh jadi masalah kesejahteraan sosial masyarakat Papua tersebut masih bisa relatif mudah diterima.Akan tetapi mereka sudah amat menderita hampir setengah abad ,menunggu realisasi janji muluk Jakarta yang tidak kunjung datang selain hanya jargon-jargon politik kosong belaka .Meskipun perut bumi cenderawasih tiap saat di keduk yang merusak lingkungan alam Papua sementara yang diuntungkan hanya rejim kapitalis asing seperti Paman Sam di Washington dan kapitalisme bumi putra yang patungan dengan asing di pusat pemerintah di Jakarta .
Hal itu tercermin dari ungkapan salah seorang pemimpin KNPB(Komite Nasional Papua Barat)sebagaimana dikatakan oleh Juru Bicaranya,Mako Tubuni bahwa masalah Papua bukan hanya masalah kesejahteraan,tetapi masalah aneksasi yang telah lama.Karenanya mereka tidak menghedaki konsep-konsep UP4B yang di sodorkan Jakarta ,tetapi mereka menghendaki suatu dialog antara warga Papua dengan pemerintah Indonesia.Nah kalau begitu kemauan mereka,maka pemerintah semestinya juga melibatkan semua komponen masyarakat Papua ,dan tidak hanya melibatkan para pejabat daerah propinsi papua dan Papua Baratnya saja.