Senin, 04 Januari 2010

Histories Human Rights in West Papua-Indonesia




W E S T P A P U A

FACTSHEET




RINGKASAN UMUM
Pengantar
Salam dalam kasih Yesus Kristus dan salam berjumpa dalam sesi ini. Dalam bagian ini, kami mau menjelaskan sedikit tentang realitas umum di seluruh Papua. Dalam realitas ini, ada banyak masalah di tanah Papua. Masalah-masalah itu terdiri dari: Masalah Pelanggaran HAM, masalah Peneksplorasian SDA, Masalah Kekerasan dan Penyiksaan, Minimnya sarana dan prasarana Kesehatan dan Pendidikan, dan Kekebalan Hukum yang menyebar luas di Tanah Papua. Semua masalah ini merupakan isu-isu yang menarik keprihatinan dan kepedulian baik secara individual maupun di tingkat Internasional. Kita bersama bergandengan tangan untuk menyelessaikan masalah-masalah kamanusiaan di Tanah Papua ini. Setelah itu kami sedikit menejalaskan tentag sejarah pelanggaran HAM dari tahun 1961 sampai 2009 dan dilanjutkkan dengan identitas Papua (fakta-fakta Papua).
Bagaimana isinya tentang semua problem di tanah Papua? Marilah kita bersama-sama melihat uraian-uraian di bawah ini. Semua uraian ini bukan harga mati, tetapi kita melihat secara jernih dan benar demi menegakkan Kebenaran, Keadilan dan perdamaian di Tanah Papua. Kami dari pelapor menguraikan apa yang kami terima dan lihat di lapangan seluruh tanah Papua, kami juga menguraikan apa yang telah dikumpulkan oleh teman-teman aktivis tentang apa yang terjadi seluruh realitas problem di seluruh Papua. Bukan pelapor mengada-adakan atau rekayasa semua laporan pelanggaran kemanusiaan ini, tetapi sungguh semua laporan tentang pelanggaran HAM ini merupakan benar apa yang terjadi di kabupaten-kabupaten di seluruh tanah Papua. Marilah kita sama-sama siapa pun manusia, kita sama-sama menegakkan Kebenaran, Keadilan dan Perdamaian di seluruh tanah Papua.
A. Isu-Isu Keprihatinan


  1. Pelanggaran HAM di Tanah Papua


Saya melihat bahwa sumber konflik di Tanah Papua adalah Integrasi sejarah Papua ke dalam wilayah NKRI dan Identitas politik orang Papua, kekerasan politik dan pelanggaran HAM, Gagalnya pembangunan di Papua, dan inkonsistensi pemeintah dalam implemantasi Otsus serta marjinalisasi orang asli Papua. Secara historis, penafsiran terhadap sejarah integrasi, statua politik, dan identitas politik Papua muncul sebagai hasil pertarungan politik kekuasaan pada masa dekolonisasi Papua. Sedangkan kekerasan politik dan kegagalan pembangunan merupakan inplikasi dari rezim otoritarianisme orde baru. Sementara itu, inkonsistensi pemerintah dalam implementasi Otsus lebih prihatin persoalan yang muncul pada masa pasca-orde Baru.
Dengan keadaan itu, manusia menjadi korban berjatuhan demi melancarkan keutuhan NKRI dan Kekuasaan di tanah Papua ini. Kita sudah melihat sama-sama realitas di lapangan bahwa banyak manusia korban. Letak korban selalu berlainan, ada yang memang karena di tembak mati, ada yang melalui racun makanan dan minuman biasa maupun berakohol, ada yang pemerkosaan, kekerasan fisik maupun kekerasan untuk membunuh psikologis orang asli Papua, Intimidasi, penganiayaan, terorisme, dan melalui penyakit AIDS. Dengan cara-cara itu, maka banyak masyarakat Papua yang korban dan pelanggaran HAM pun meningkat setiap hari, dengan tujuannya bahwa demi menjaga keamanan dan Keutuhan NKRI sehingga banyak melancarkan kekerasan terhadap manusia di tanah Papua ini. Semuanya ini dapat merangkul dalam empat pokok permasalahn di tanah Papua ini. Keempat hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:


Persoalan, Konteks, dan Kontradiksi Narasi
Persoalan
Konteks
Narasi Dominan
(Nasionalis Indonesia)
Narasi Tandingan
(Nasionalis Papua)
Sejarah Integrasi, Status Politik, dan Identitas Politik
Peralihan Kekuasaan dari Belanda Ke Indonesia dan Perang Dingin
Teritori Papua bagian dari NKRI (Papua Harga Mati DI NKRI),
Status politik sudah sah melalui PEPERA dan resolusi PBB,
Integrasi>
Orang Papua bukan bagian dari NKRI karena Melanesia,
PEPERA tidak sah karena banyak kecurangan dan ketidakadilan secara manusiawi dan tidak reprentasikan aspirasi seluruh rakyat di wilayah Papua,
Integrasi=Kolonialisme Indonesia
Kekerasan Politik dan Palanggaran HAM
Rezim otoritarisme Orde Baru dan Kapitalisme Internasional
Kekerasan dan Pembunuhan secara tersembunyi dan transparan=Cara untuk menjaga keutuhan NKRI
Kekerasan dan Pembunuhan transparan dan tersembunyi=Pelanggaran HAM di tanah Papua
Kegagalan Pembangunan
Rezim otoritarisme Orde Baru dan Kapitalisme Internasional
Pembangunan=Upaya Modernisasi orang Papua di tanah Papua
Pembangunan=Migrasi tenaga Kerja dari luar Papua dan Marjinalisasi orang Asli Papua dari berbagai aspek sosial.
Inkonsistensi Kebijakan Otsus dan Marjinalisasi Orang Asli Papua
Reformasi dan Demokrasi
Otsus=Diletakkan dalam konteks Integrasi Nasional dan Pembangunan
Otsus=Pelurusan Sejarah Papua, Perlindungan Hak-hak Orang Asli Papua, Pembangunan untuk Orang Asli Papua, dan Repapuanisasi.


Setelah kita membaca tabel ini, pasti kita pikirkan bahwa ada nampak yang berbahaya pada manusia. Otoritarisme maupun kebijakan segala pembangunan yang ada di tanah Papua adalah tanpa memprihatinkan dan kepedulian tentang MANUSIA. Dikatakan demikian karena manusia yang dapat mengalami dampak yang berbahaya dari aspek kekuasaan demi HARGA MATI NKRI dan KEUTUHAN NKRI dan Kebijakan Pembangunan oleh Pemerintah Indonesia di tanah Papua ini. Hal ini sangat tidak berpihak pada manusia sehingga harkat dan martabat manusia sebagai manusia di tanah Papua ini tidak ada keprihatinan dan sungguh-sungguh berbahaya pada manusia yang sedang tertindas dan saya pikir akan terjadi genocide di tanah Papua ini. Maka, kalau prediksi demikian ini sangat-sangat berbahaya sehingga perlu ada peruntukkan bagi manusia asli Papua. Karena semua kebijakan dan segala perekonomian selalu memarjinalisasi bagi orang asli Papua sehingga menjadi miskin di atas tanahnya sendiri. Masalah kemiskinan ini saya akan uraikan di bawah ini.


  1. Pengeksploitasian Sumber Daya Alam


Saudara-saudari di penjuru dunia tahu bahwa tanah Papua merupakan tanah yang kaya akan sumber daya alam (emas, tembaga, uranium, nikel, pohon-pepohonan, kekayaan laut). Lalu bagaimana dengan penduduk asli di tanah Papua? Apakah penduduk asli Papua kaya atau miskin? Meskipun tanah Papua kaya dengan sumber daya alam, namun penduduk asli Papua menerima keuntungan ekonomi yang sangat sedikit. Sehubungan dengan berdirinya perusahan-perusahan besar multi nasional, seperti Freeport McMoran Mining Co, pada tahun 1976 secara resmi di Timika-Papua-Indonesia. Sekian bertahun-tahun pengeboran dan pengambilan tambang emas dan bahan batuan lain secara paksaan, namun rakyat Papua tidak keuntungan ekonomi yang baik dan memadai, malah memarjinalisasi di tanahnya sendiri di tanah Papua.
Tanah Papua merpakan tanah yang kaya akan Sumber Daya Alam, tetapi posisi eksistensi orang asli Papua, sangat-sangat jauh miskin dengan propinsi-propinsi lain di Indoesia. Hal ini tercatat dalam laporan UNDP, sebagian besar penduduk hidup dengan kondisi secara kurang memadai karena sumber hidup alam yang biasanya tempat berkebun, mengambil makanan dan minuman itu, telah rusak oleh PT Freeport Indoesia di Timika. Dikatakan demikian karena masyarakat sangat tergantung dari sumber daya alam di sekitarnya untuk bertahan hidup. Perluasan pertambangan Freeport di Timika, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan, termasuk sungai-sungai yang tercemar dan penebangan kayu secara bersar-besaran.
Di samping itu, adanya rencana penyebaran perluasan perkebunan kelapa sawit di seluruh tanah Papua. Apakah rencana perluasan kelapa sawit di seluruh Papua ini dapat membawa keuntungan atau ancaman bagi masyarakat Asli Papua dalam eksistensi kemiskinan itu? Rencana, perluasan tanah dengan membuka kelapa sawit merupakan tambahan ancaman selain ancaman di atas ini bagi penduduk asli Papua. Akibat yang nampak ketika terjadinya perluasan kelapa sawit di tanah Papua bagi orang asli Papua adalah pengungsian karena tanahnya tandus dan tidak bisa ditanami lagi karena kena limbah minyak kelapa sawit, segala tumbuhan dan obat-obatan alamiah akan tebang musnah, orang asli ditenagakerjakan dalam perusahan itu, transmigrasi akan bertambah, pendidikan dan kesehatan juga akan berpengaruh dan budayanya yang asli akan dibaurkan karena masyarakat berbauran atau campuran akibat transmigrasi dan orang-orang baru akan muncul dalam perusahan itu sehingga budaya pun akan berpangaruh. Dengan realitas itu merupakan sebuah tantangan untuk bakal pemiskinan yang menimpa bagi masyarakat asli Papua.


  1. Penggunaan Siksaan dalam masa Penahanan selama Operasi Militer dan POLRI


Setelah mencermati dan mengamati serta dokumentasi akan segala realitas tentang kasus-kasus penyiksaan dan perlakuan secara semena-mena menunjukkan bahwa penyiksaan dan penangkapan telah dilakukan oleh militer dan polisi, terhadap orang-orang yang ditahan dan selama operasi-operasi militer, dan sebagai alat penghukuman massal terhadap desa-desa secara menyenluruh, termasuk kaum perempuan dan anak-anak. Siksaan juga diberlakukan secara rutin sebagai cara untuk memaksakan pengakuan dan telah digunakan oleh kekuatan paramiliter juga.
Seperti yang dikatakan oleh Pelopor Khusus di bidang Penyiksaan PBB setelah kujungannya ke Indonesia pada, 15 November 2007, “kurangnya perlindungan secara institusional dan legal dan kekebalan hukum secara struktural yang mencolok, hak-hak dan kebebasannya manusia di Papua telah dirampas oleh karena hukum dan aturan serta kebijakan pemerintah Propinsi maupun Indonesia sehingga sangatlah rentan terhadap penyiksaan dan perlakuan semena-mena”. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendefinisikan penyiksaan dan perlakuan semena-mena secara legal dan kode Kriminal Indonesia. Pemerintah juga harusmelarang penggunaan pengakuan-pengakuan yang dipaksakan dalam pengadilan yang dipraktekan oleh team penuntut. Korban-korban penyiksaan harus menerima ganti rugi, termasuk kompensasi yang layak dan memadai.
Bahkan sekarang ada banyak penyiksaan manusia asli Papua. Realitas ini menujukkan dalam tahun 2008-2009 yang sedang berjalan ini ada banyak korban manusia karena disiksa, dibunuh tembak dan dibunuh lewat makanan dan minuman biasa maupun minuman beralkohol dan lewat berbagai obat-obatan yang bisa mematikan bagi tubuh manusia. Terhadap orang asli Papua dilangsungkan penembakan langsung tanpa memberikan peringatan atau tanda. Penyiksaan terhadap orang asli Papua terus berlanjt terus-menerus sehingga ruang gerak dan kebebasan untuk berkebun dan demokrasi kurang diberuntungkan bagi orang asli Papua.


  1. Minimnya Sarana Kesehatan dan Pendidikan


Selain masalah pelanggaran HAM dan kemiskinan, serta penggunaan Siksaan dan Penahanan juga terdapat masalah pendidikan dan kesehatan. Masalah pendidikan telah berakar dalam diri manusia. Manusia yang menjadikan masalah. Akhirnya masalah pendidikan itu tidak bisa diatasi. Dikatakan demikian karena manusia ingin menguasain seluk beluk dunia pendidikan dan ingin berkuasa atas dunia pendidikan lokal. Karena tidak mengangkat pendidikan lokal, dipaksakan model pendidikan luar, maka akibatnya hilanglah model pendidikan lokal yang bersifat substansial bagi eksistensial masyarakat asli atau lokal. Pendidikan luar dipaksakan kepada masyarakat lokal tanpa adanya sarana dan prasarana yang memadai. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berlandaskan pada pendidikan lokal dan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai di sekolah-sekolah baik yang di kota-kota maupun di kampung-kampung. Bukan hanya itu tetapi juga perlua tersedianya juga tenaga-tenaga pengajar yang bermutu dan handal sesuai standar Internasional. Kalau kurangnya pendidikan bermodel lokal, kurangnya tersedianya sarana dan prasarana, dan tenaga-tenaga pengajar, maka akibatnya para murid asli mengalami kurang bersaing dengan dunia modern. Saya mau katakan bahwa berikanlah kebebasan berpikir dan bertindak dalam pendidikan lokal agar mampu bersaing dengan dunia modern sehingga perlu meningkatkan pendidikan yang bermodel lokal. Perlu dibutuhkan kini dan saat ini adalah orang yang bisa memberikan model pendidikan sesuai pendidikan lokal agar ia “berpikir secara lokal dan bertindak secara global”.
Masalah kesehatan lain hal lagi. Masalah kesehatan juga paling dominan dalam dunia kini dan saat ini. Masalah kesehatan sedang berada dalam kehancuran. Letak kehancuran berada dalam komunitas hidup manusia baik secara substansial maupun eksistensi bagi manusia secara bersamaaan. Nilai dan perwujudan eksistensi manusia sebagai yang bernilai dan bermakna sebagai hasil-hasil budaya sedang dimusnahkan oleh perilaku manusia yang bersifat liberation. Nilai-nilai religius yang menjadi pedoman dan dasar hidup manusia dalam hidup bersama yang diungkapkan dalam tabu terhadap dunia bebas notabene hubungan seks di luar pekawinan dilanggar. Akhirnya virus penyakit AIDS ini menjadi dampaknya membahayakan bahkan mengorbankan bagi manusia.
Bukan hanya masalah AIDS saja, tetapi juga gizi buruk, busum kelaparan, wabah kolera, penyakit-penyakit lain seperti batuk, ginjal, kudis, TBC, tumor, hepatitis, yang dapat mematikan bagi manusia. Semua masalah ini terus berlanjut terus-menerus dalam kehidupan manusia di bumi ini. Oleh sebab diharapkan agar pemegang kekuasaan dapat menigkatkan pelayanan kesehatan bukan saja di kota-kota saja tetapi lebih prihatin di kampung-kampung di seluruh daerah. Pemerintah jangan hanya berkotek-kotek bersuara dibalik meja saja, coba lihatlah disekelilingmu ada banyak penderitaan kesehatan, busum kelaparan, gizi buruk dan penyakit-penyakit yang dapat mematikan itu. Namun kenyataannya tidak relevan walau berteriak dan menangis untuk minta perlindungan dan keselamatan, malah dibiarkan begitu saja seperti binatang saja. Jangan hanya berkata dan omong-omong saja tetapi nyatakanlah dalam perwujudan agar masyarakat dirasakan pelayanan dalam hal kesehatan. Jangan ada ingin berkuasa dan membiarkan manusia lain berkorban, tetapi taatlah pelayanan kesehatan. Dan jangan lagi pelayanan kesehatan menjadikan sebagai bisnis dan usaha malalui apotik-apotik dan rumah-rumah pelayanan lain. Janganlah minta dana berobat dan perawatan lebih dari apa yang sedang didapatinya dan cukupkanlah dengan gajimu dan jangan menagih dan memeras rakyat kecil.
Secara garis besar bahwa Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua di Indonesia, belum dapat memenuhi hak-hak penduduk asli Papua untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak yang menjadi haknya sebagai manusia asli Papua. Dalam laporan penjajakan kebutuhan di Papua yang terbitkan UNDP di tahun 2004 bahkan tahun 2008, Papua merupakan salah satu propinsi yang sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan bahkan kondisi pendidikan dan kesehatan kurang per-UNTUK-kan dan keber-PIHAK-kan bagi orang asli Papua. Oleh sebab itu, Papua mengalami penurunan status index Pengembangan Sumber Daya Manusia, terutama perununan dalam pemunuhan di bidang pendidikan dan tingkat penghasilan serta tingkat kondisi kesehatan.
a. Kesehatan dari Penduduk Asli Papua semakin bertambah Buruk.
Saudara-saudari yang dikasihi,..Kita sudah tahu bahwa masalah pendidikan di dunia ini juga menjadi prioritas utama untuk dibicarakan dan diangkat di permukaan dunia ini. Di sini saya hanya mengangkat dan dapat difokuskan di daerah Papua saja. Karena kurangnya fasilitas kesehatan yang layak, obat-obatan dan dokter. Menurut pelayanan Kesehatan Pemerintah di Papua di tahun 2008, 68% orang yang terinfeksi virus HIV/AIDS adalah penduduk asli Papua, sedangkan 22% non-Papua dan 10% 0rang-orang dari kelompok dengan resiko tinggi seperti pekerja seks komersial dan pelanggannya. HIV dan AIDS menyebar dengan tingkat kecepatan yang cukup tajam, terutama di antara perempuan Papua. Menurut laporan Komisi Nasional AIDS tahun 2007-2008, epidemi yang disamaratakan sebagai beresiko rendah sedang berlangsung di Papua.
b. Mayoritas Penduduk Asli Papua Kekurangan Akses terhadap Pendidikan
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang memperluas jarak yang berbentang di antara mereka untuk memperoleh berbagai kesempatan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Biaya pendidikan umum semakin meingkat, sehingga banyak anak-anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar, menengah, umum dan perguruan tinggi karena akibat kurang adanya modal dan biaya pendidikan. Anak-anak laki-laki yang sedang mengikuti pendidikan saja di tekan, dibodohi, menurunkan atau dikurangi nilai-nilai yang diperolehnya oleh dosen atau guru.
Sedangkan bagi perempuan asli Papua menjual diri mereka kepada dosen atau guru untuk berhubungan atau bersetebuh untuk memperoleh nilai-nilai yang baik, kadang perempuan Papua diperkosa di kampus-kampus, atau di sekolah-sekolah sehingga identias dan harga diri sebagai keperempuanan telah hilang dan musnah. Bukan hanya itu, perempuan dapat mengakibatkan terindikasi penyakit HIV/AIDS akibat bersetubuh dengan Dosen di kampus atau di sekolah.
Semua faktor-faktor negatif tersebut sangat berperan dalam timbulnya kemiskinan dan pemusnahan etnis yang sangat ekstrim yang dialami oleh penduduk asli Papua khusus generasi muda di tanah Papua. Pemerintah belum mencari langkah-langkah yang baik untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas. Pemerintah juga buta dengan segala realitas penderitaan di tanah Papua ini.



  1. Kekebalan Hukum yang Menyebar luas


Dalam usaha memenuhi kewajiban-kewajiban Internasionalnya, Pemerintah Indonesia harus mampu menetapkan hukuman-hukuman yang efektif terhadap para tentara dan polisi yang telah melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Sampai saat ini, hanya para anggota tentara atau polisi yang berpangkat rendah yang telah dituntut dan diadili, dan jarang dijatuhi hukuman. Lebih dari itu, seperti yang dijelaskan oleh Pelapor Khusus bidang penyiksaan, “kurangnya mekanisme yang tepat untuk menyelidiki kasus-kasus penyiksaan dan kekebalan menyeluruh dari aparat keamanan, terutama polisi dan militer; terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada masa sekarang dan lalu” merupakan isu-isu yang sangat penting yang berlaku bagi negara secara keseluruhan.
Dalam laporannya pada tahun 2008, sang Pelapor Khusus di bidang Penyiksaan mengatakan: “telah mendapati bahwa kekebalan para pelaku penyiksaan dan perlakuan semena-mena dalam konflik di masa lampau hampir bisa dikatakan sebagai kekebalan menyeluruh hingga kini dan sekarang sedang berlangsung kekebalan hukum dan kebijakan-kebijakan pemerintah Indoesia di tanah Papua demi keutuhan NKRI, (PAPUA NKRI HARGA MATI)”. Aparat berpangkat tinggi yang pernah terlibat pelanggaran HAM di wilayah konflik lain di Indonesia saat ini aktif bertugas di seluruh tanah Papua. Komite Anti Penyiksaan sangat diresahkan oleh kenyataan bahwa Kolonel Siagian, diduga pelaku kejahatan perang dan disari oleh Interpol, masih aktif bertugas dalam jajaran TNI. Dia menjabat sebagai Komandan KOREM di Jayapura sampai awal tahun 2008 dan kini masih bertugas di KOREM Jayapura-Papua.
B. Sejarah


  1. Year 1961
    West Papua secara resmi Merdeka pada, 1 Desember 1961. Bendera Negara: Bintang Kejora, Lagu Kebangsaan: Hai Tanahku Papua sebagai simbol kedaulatan dan kemerdekaan West Papua.




  2. Year 1962
    Belanda, sebagai negara bekas penjajahan Indonesia, menyerahkan Papua ke perwalian sementara di bawah PBB United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).




  3. Year 1963
    Melalui Perjanjian New York, urusan administrasi Papua dipindahtangankan dari UNTEA ke pemerintah Republik Indonesia, dengan syarat bahwa pemerintah harus mengadakan pemungutan suara yang dalam prosesnya melibatkan penduduk asli.




  4. Year 1967
    President Soeharto memberikan ijin kepada Freeport McMoran, perusahan pertambangan yang berbasis di Amerika, untuk mendirikan pertambangan emas dan tembaga di Timika. Selama bertahun-tahun, Freeport telah menjadi penyumbang pajak pengahasilan terbesar di Indonesia. Mereka telah menyebabkan berbagai suku asli di Papua terpaksa pindah dan menghancurkan lingkungan hidup di wilayah Timika.




  5. Year 1969
    Penentuan Pendapat Rakyat Papua/PEPERA: 1026 pemimpin Papua yang telah memilih, di bawah pengaruh ancaman atau paksaan, memilih untuk menggabungkan diri dengan Indonesia. Jumlah penduduk saat itu diperkirakan 814.000 orang Papua. Papua secara resmi menjadi propinsi Irian Jaya Barat (selanjutnya dikenal sebagai Irian Jaya) tetapi sekarang namanya telah dikembalikan menjadi PAPUA.




  6. Year 1970
    Program transmigrasi penduduk yang diprakarsai oleh pemerintah mulai berjalan, mengalihkan orang-orang yang berasal dari wilayah di kepulauan Indonesia yang padat penduduknya ke pulau-pulau lain termasuk di Papua. Bank Dunia memperkirakan sebanyak 16.600 keluarga pendatang telah menetap seluruh di tanah Papua.




  7. Year 1977
    Operasi Militer berskala besar, Operasi Koteka, dilakukan di daerah Pengunungan Tengah Papua dengan para penduduk asli sebagai targetnya dimusnahkan.




  8. Year 1980-an
    TNI mendeklarasikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Lebih dari 10.000 orang Papua melarikan diri ke Papua New Guinea (PNG) karena adanya operasi militer di seluruh tanah Papua ini.




  9. Year 1998
    Peristiwa Biak tahun 1998: Upacara pengibaran Bendera Bintang Kejora pada tanggal, 6 Juli 1998. Dalam peristiwa itu dapat mengakibatkan tindakan penembakan terhadap para pengunjuk rasa dan orang-orang lainnya yang berada di areal tempat kejadian tersebut. Diikuti dengan penyiksaan dan perlakuan semena-mena, 8 orang dilaporkan tewas. Penyelidikan akan adanya keterlibatan dari pihak militer dan anggota polisi belum pernah dilakukan. Walaupun status Daerah Operasi Militer (DOM) dicabut oleh pemerintah Indoesia, namun eksistensi pihak militer yang jumlahnya cukup besar tetap masih tinggal di tanah Papua bahkan adanya penambahan-penambahan pasukan-pasukan polisi dan militer Indonesia.




  10. Year 2000
    Peristiwa Wamena tahun 2000: Polisi melaksanakan suatu operasi untuk menurunkan Bendera Bintang Kejora di wilayah Wamena, yang diakhiri dengan bentrokan kekerasan oleh kelompok milisi Papua. Kekerasan horisontal antara orang-orang Papua melawan para pendatang dan polisi mengakibatkan ribuan orang pengungsi dan 19 orang tewas dan 99 orang terluka berat dan 120 orang luka ringan.
    Peristiwa Abepura tahun 2000: Aparat Keamanan Indonesia menangkap, menyiksa danmembunuh mahasiswa-mahasiswi asli Papua, mengarahkan sasarannya kepada penduduk yang berasal dari orang-orang Pengunungan Tengah, sebagai reaksi atas pengurusakan kantor polisi Abepura yang diberlakukan oleh kelompok tak dikenal. Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia menggambarkan peristiwa ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan di tanah Papua.
    Program Transmigrasi: Progran Transmograsi yang disponsori oleh pemerintah secara resmi berakhir pada tahun 2000. Menurut AUSAID diperkirakan total sejumlah 220.000 transmigrasi dan 250.000 transmigrasi lain yang tidak disponsori oleh pemerintah menatap di Papua.




  11. Year 2001
    UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua atau Otsus (Special Autonomy) diberlakukan. UU ini secara sah membuat Papua berhak atas 80% dari total pendapatan yang dihasilkan dari sumber daya alamnya, suatu janji perwujudan perbaikan di bidang pelayanan sosial, dan jaminan-jaminan pemerintahan secara demokrasi untuk seluruh wilayah Papua.
    Theis Hiyo Eluay, seorang Pemimpin Komunitas Papua yang sangat dihormati, dibunuh oleh tentara pasukan khusus (“Kopasus”).




  12. Year 2002
    Papua Tanah Damai (Papua Landa of Peace) dirumuskan bersama oleh 40 organisasi masyarakat sipil dan para pemimpin agama di tanah Papua. Kampanye ini bertujuan untuk memajukan budaya damai di Papua.




  13. Year 2003
    Intruksi Presiden 1 tahun 2003 diterbitkan oleh mengacu ke UU No.45 tahun 1999, membagi wilayah Papua menjadi tiga Propinsi: Irian Jaya Timur, Irian Jaya Barat, dan Irian Jaya Tengan. Putusan Mahkamah Agung Membatalkan Intruksi president ini (No.018/PUU-I/2003).
    Peristiwa Wamena tahun 2003: Sebuah operasi militer dalam skala besar diberlakukan terhadap penduduk asli Papua, sebagai respon atas pencurian di gudang senjata milik TNI di Kodim Wamena. Tigabelas (13) desa di Kecamatan Kwiyawage diratakan dengan tanah, termasuk klinik-klinik kesehatan, sekolah, dan gereja-gereja, dan ribuan orang asli Papua terpaksa mengungsi.




  14. Year 2004
    Meskipun Intruksi President yang telah dikeluarkan pada tahun 2003 telah dibatalkan, propinsi Iriann Barat tetap ditentukan, sehingga Papua terbagi menjadi dua propinsi: Irian Barat dan Papua.




  15. Year 2005
    Majelis Rakyat Papua/MRP dipilih, sebagai bagian dari UU Otonomi Khusus untuk meeprentasikan keinginan-keinginan dari penduduk asli Papua. Pemerintah pusat berhasil membuat badan ini tidak berfungsi denganbaik selama bertahun-tahun berikutnya.




  16. Year 2006
    Peristiwa Abepura tahun 2006: Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa menetang perusahan pertambangan Freeport McMoran mengakibatkan bentrokan kekerasan dan kematian. Duap puluh tiga Mahasiswa diadili jauh di bawah standar dari syarat-sayarat yang diakui oleh standar Internasional tentang proses yang yang berlaku.
    Persitiwa Mulia di Puncak Jaya tahun 2006: Pihak militer dan polisi menyebakan pengungsian besar-besaran ribuan orang, sebagai akibat dari kenaikan Bendera Bintang Kejora di Mulia. Daerah Puncak Jaya. Dua tentara terbunuh dalam bentrokan kekerasan, menyebabkan penghukuman secraa masal terhadap penduduk asli Papua.




  17. Year 2007
    Wakil Khusus Sekretaris Jenderal dari Pembela Hak-Hak Asasi Manusia, Ibu Hina Jalani, mengunjungi Papua-pertama kalinya Pemerintah Indonesia mengijinkan seorang staf HAM PBB mengunjungi Papua pada tanggal, 7 Juni 2007.
    Seorang Pelopor Khusus bidang Penyiksaan PBB, Professor Manfret Nowak, mengunjungi Papua.
    UU PP 77/2008 diberlakukan untuk melarang penggunaan berbagai simbol tertentu yang berhubungan dengan budaya, termasuk bendera-bendera, seperti Bendera Bintang Kejora.




  18. Year 2008
    Peraturan President no.1/2008 secara kontroversial mengubah UU Otonomi Khusus No.1/2001, yang menetapkan pembentukan propinsi Papua Barat secara sah.
    Peristiwa Moanemani 2008: Terjadi penyakit wabah kolera sehingga dapat mengakibatkan 679 orang tewas. Pemerintah Indonesia senjaga membiarkan dan tidak ada kepedulian khusus musim wabah kolera yang merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga ratusan orang asli menjadi korban berjatuhan di daerah Moanemani Kab. Dogiyai-Paniai. KLB ini berjalan tanpa ada penanganan dari pemerintah Indoesia maupun pemerintah Propinsi Papua.




  19. Year 2009.......sedang susun akan pelanggaran HAM di seluruh tanah Papua dan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Tanah Papua.

    C.Fakta-fakta di Tanah Papua




  1. Luas Wilayah
    Luas Wilayah seluruh di Tanah Papua: 421,981 Km2




  2. Propinsi dan Ibukotanya
    Papua (Jayapura) dan Papua Barat (Manokwari)




  3. Nama yang dipakai secara Resmi
    Mulai tahun 2001, sesuai dengan UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua, Propinsi Papua (sebelumnya dikenal dengan Papua, tetapi diganti menjadi Irian Jaya oleh Soekarno/Hatta, namun sekarang kembali lagi nama asli yakni PAPUA). Papua ini dibagi menjadi dua propinsi yakni: Papua dan Papua Bagian Barat.




  4. Data Penduduk Papua Tahun 2008/2009
    No
    Laki-laki
    Perempuan
    Total
    Ket
    1. Papua
    1.044.900
    1.013.500
    2.058.400


    2. Papua Barat
    362.67
    339.53
    702.2


    Total
    1.407.572
    1.353.030
    2.760.602







  5. Agama
    Protestan: 1.338.064; Katholik: 505.654; Islam: 491.811; Hindu: 6.869; Budha: 3.400




  6. Sumber Daya Alam
    Tanah Papua adalah Tanah yang Kaya akan: Emas, Tembaga, Nekel, Gas Alam, Minyak Bumi, Kayu, dan Perikanan.




  7. Tingkat Buta Huruf Usia Dewasa
    25,6% (Bdk.Indonesia 10,5%)




  8. Tingkat Kematian Anak-anak (Per 1.000)
    50,5% (Bdk.Indonesia: 43.5%)




  9. Penduduk yang tidak Memiliki Akses terhadap Fasilitas Kesehatan
    36.1% (Bdk. Indonesia: 23,1%)




  10. Penduduk yang tidak Memiliki Akses terhadap Air Bersih
    61,6% (bdk. Indonesia: 44,8%)


BPS 2007, Dep.Agama 2007 dan UNDP Development Report 2008.


Penutup (Berisi tentang Pernyataan Desakan Masyarakat Papua kepada Pihak Internasional)


  1. Masyarakat Papua mendesak kepada pemerintah Indoesia segera buka pikiran dan hati untuk DIALOG.




  2. Masyarakat Papua mendesak pemerintah Internasional untuk buka pikiran dan hati untuk DIOLOG INTENASIONAL




  3. Masyarakat Papua meminta DIALOG demi penyelesaian semua konflik di tanah Papua melalui dialog itu.




  4. Masyarakat Papua mendesak agar pemerintah Indoesia menghentikan PENYIKSAAN, KEKERASAN DAN PENINDASAN, PEMBUNUHAN, KETIDAKADILAN, PERAMPASAN SUMBER DAYA ALAM, KERUSAKKAN LINGKUNGAN.




  5. Kami mengucapkan banyak terima kasih atas kerja-kerja dari saudara dan saudari pemerhati kemanusiaan di tanah Papua yang di ambang pintu maut kepunahan ini.






Pelapor
Candidate Priest Santon Tekege, Pr

0 komentar: