Buku ini ditulis untuk Anda
Seorang Pemuda yang Berjiwa Owaadaa
Jiwa Tanah Papua
Santon Tekege, Pr
Judul : Hai Manusia Papua, Siapa Dirimu? Anda yang Berspiritualitas Owaadaa
Penulis : Santon Tekege, Pr
Penerbit : Galang PRESS Yogyakarta
Ukuran : 25 m x 12 m
Tebal: ix + 116 hlm.
ISSBN :
Hak Cipta Pada Penulis.
Dilarang memperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa seijin penerbit dan penulis buku ini.
DAFTAR ISI
Se-tawa Dagi
Prolog
Bagian I
Bagian II
Bagian III
Bagian IV
Epilog
SE-TAWA DAGI’ PENYAIR
Ketika itu… Di Enarotali, Dekenat Paniai
Diantara tanggal 31 Januari - 4 Februari 2005
Utusan umat enam paroki berkumpul
Untuk merenungkan arti kalimat
Siapkanlah Jalan Tuhan… dan
Membangun Gereja Mandiri
Dalam suatu pertemuan yang besar
Disebut Musyawarah Pastoral, disingkat Muspas
Dengan suatu topik – tema
Dekenat Paniai menuju ke-mandiri-an
Dekenat Paniai menuju ke-mandiri-an
Yang menghasilkan enam program prioritas dan
Dua program penting lainnya
yaitu…
hidup iman keluarga…. Membangun keluarga beriman
pendidikan keluarga… membangun keluarga berilmu
ekonomi keluarga…. Membangun keluarga sehat
kewanitaan…. Landasan dasar lantai keluarga kuat
dan pula program… pertanahan dan
kepemudaan…. Membangun pemuda dan pemudi membangun diri.
Agar diri sendiri menjadi….
Orang muda yang beriman-kepercayaan
Orang muda yang berilmu-wawasan
Orang muda yang beradat-berbudaya
Orang muda yang beretos kerja-produkif
Orang muda yang sehat jasmani-rohani
Yang di dalam jiwa-nya dipenuhi oleh…
rasa cinta akan ‘Owaadaa’ leluhur orang tua
rasa cinta akan orang tua dan kampung halaman
rasa cinta akan orang tua dan kampung halaman
rasa cinta akan masyarakat dan tanah negeri
rasa cinta akan Gereja Umat-nya di kampung
dan perpanggil untuk…
menyiapkan Jalan Tuhan
menuju Gereja Tuhan Mandiri
karena keluarganya menjadi mandiri!
Hai Pemuda… Siapakah Pemuda itu?
Pemuda itu adalah Anda! Buku ini ditulis untuk Anda!
Anda satu orang diantara 250 Pemuda!
250 Pemuda Pemi, lik ‘Spiritualitas Owaadaa’!
Ayoo bangkit, berdiri, maju dan bangun Pemuda!
Itu maksud syair ini!
Itu maksud syair ini!
Syalloom Penyair!
Halleluyah!
PEMUDA ITU ADALAH ANDA
Hai Pemuda…
Siapakah pemuda itu?
Pemuda itu adalah Anda
Anda yang sedang bertumbuh dan berkembang
Anda yang badannya sedang bertumbuh tinggi
Anda yang berat badannya sedang bertambah berat
Anda yang kekuatan tubuhnya sedang meningkat
Dan hai pemuda…
Lihatlah dirimu, diri pribadimu
akal pikiranmu sedang berkembang dan bertumbuh
akal pikiranmu sedang berkembang dan bertumbuh
Juga lihatlah hati nuranimu sedang memekar
Dan tataplah titik benih iman di inti pusat hatimu itu
Lalu hai pemuda…
Maukah Anda menjadi seorang pemuda sejati?
Inginkah Anda menjadi pemuda yang beradat-budaya?
Punyakah hasrat menjadi pemuda yang berilmu?
Siapkah Anda menjadi pemuda yang bermoral-etika?
Sudahkah menjadi seorang pemuda yang beretos kerja?
Dan hai pemuda….
Adakah benih cinta kasih di dalam hati nuranimu?
Adakah tekad untuk membangun di dalam jiwamu?
Membangun diri… dan pula keluargamu…
Membangun sesama… dan Gereja Tuhan di kampungmu…
Membangun dusun…. Paniai, tanah warisan leluhur
Apakah pemuda itu… betul-betul Anda?
Hai pemuda…. Bacalah buku ini
Buku ini ditulis… untuk Anda… seorang pemuda
Dan jadikanlah pemuda sejati itu
Mengukiri diri dengan tinta emas martabatmu sendiri!
Hai pemuda….
Tuhan bersamamu…. Juga bersamaku…. dan bersama kita.
- I -
HAI PEMUDA,
ANDA SEDANG BERTUMBUH
MENJADI PEMUDA
P e n g a n t a r
Hai pemuda…. Lihatlah diri sendiri
Masa kanak-kanakmu sudah pergi berlalu
Tubuhmu sudah berubah banyak
Kini engkau sudah menjadi remaja
Atau dari remaja sedang menjadi seorang pemuda.
Hai pemuda…. Sudah lihatkah perubahan dirimu itu?
Lihatlah Anda sudah bertumbuh menjadi besar
Dan untunglah… Anda sudah melihat realita ini
Keinginanmu menjadi seorang besar, mulai terwujud
Dan bertumbuh menjadi seorang besar itu
Adalah perwujudan nyata hukum kodrat manusia
Dan itulah rencana dan kehendak Tuhan bagimu.
Hai pemuda…. Lihatlah dirimu sendiri
Dulu Anda dilahirkan oleh ibumu
Engkau masih seorang bayi kecil-mungil
Ketika itu engkau disusui oleh ibumu
Dipeluk, dibelai dan dirangkul penuh kasih sayang
Lalu… engkau menjadi seorang kanak-kanak
Berlatih makan dan minum, duduk dan berdiri,
Merangkak dan berjalan lalu mulai berlari-lari
Hai pemuda… lihat pertumbuhanmu
Engkau terus bertumbuh menjadi seorang remaja
Di tubuhmu…. Terjadi banyak perubahan
Di wajah mukamu…. Jerawat bertumbuh
Engkau remaja putri… payudara mulai bertumbuh
Engkau remaja putra, kumis mulai bertumbuh
Itulah engkau remaja putra dan putri
Itulah dirimu sendiri…. bukan orang lain.
Hai pemuda… kini engkau adalah pemuda remaja
Yang dari remaja….. sedang menuju ke pemuda
Menuju untuk menjadi pemuda sebenar-benarnya
Seorang pemuda perkasa dan sejati
Pemuda pemilik adapt, iman, ilmu, moral, beretos kerja
Untuk mencapai cita-idealisme
Suatu masa depan yang gilang-gemilang
Sehat-sejahtera di bumi sekarang
Selamat-sentosa di akhirat kelak nanti
Seturut nafas Injil Kabar Baik Yesus Sang Tuhanmu
01. Hai Pemuda… Lihatlah Akal Budimu!
Hai pemuda…. Sebentar lagi…. Tidak lama lagi
Engkau akan menjadi pemuda dewasa
Yaa… menjadi pemuda dewasa
Bukan hanya tubuhmu…. Tapi juga jiwamu
Bukan hanya jasmanimu…tapi juga rohanimu
Itulah dirimu yang utuh…. Keutuhan pribadimu
Itulah hakekat kodratmu yang satu, utuh, itegrated.
Hai pemuda…. Lihatlah perkembangan akal budimu
Lihatlah akal budimu ketika engkau kecil
Akal budimu masih lemah untuk berpikir
Juga masih belum tajam dan cemerlang dalam berpikir
Juga belum melihat kesatuan antara manusia, dunia dan Tuhan.
Hai pemuda…
Ketika itu engkau masih belum sanggup berpikir
Belum bisa membedakan mana yang benar dan salah,
Mana hyang baik dan buruk, mana yang berguna dan tidak
Juga antara yang bernilai dan tidak;
Ketika itu… engkau masih salah dan salah
Masih berpikir sedikit, belum banyak
Juga masih merangkak dan jatuh bangun
Ibarat kakimu sendiri yang masih belum kuat berjalan
Namun kini, hai pemuda….
Engkau sudah meremaja menuju kepemudaanmu
Fajar akal budimu sudha mulai bersinar
Sudah sedikit-sedikit menimbang dan menilai
Sudah mulai menilai-nilai dan memilih-milih
Yang ini ataukah yang itu
Dari antara yang benar dan salah
Dan dari yang baik daripada yang salah-buruk
Serta yang berguna dari apa yang tak berguna
Hai pemuda… kini engkau berada di awal fajarmu
Saat untuk ‘dimi dou, dimi gai, dimi komugai’
Juga ‘dimi wegenai, dimi epidai-epitokai’
Suatu proses dari ‘dimi yago Mee kai’ yaitu
Menjadi seorang pribadi ‘ber-akal budi’
Hai pemuda…
Mulailah terbitkan fajar akal budimu
Yang berada di dalam dirimu sendiri itu
Agar ia bercahaya menyinari jalan-jalan hidupmu
Menuju hari esok gilang-gemilang!
02. Hai Pemuda… Peliharalah Akal Budimu
Di dalam suatu tungku tua sebuah ‘Yameewa’ leluhur
Tertulis sebuah amanat: ‘Mee kitouyogo ko dimi gai!’
‘Jikalau Anda manusia, maka Anda harus berpikir’ lalu
kalimat tua itu berteriak ‘dimi gai, dimi epi gai!’
‘Berpikirlah, berpikirlah dengan baik dan tajam’
itulah petuah leluhur-leluhurmu di tungku tua rumahmu.
Hai pemuda…. Bangkit dan bacalah kalimat tua itu
Dan pasanglah telingamu mendengarkan seruannya
Sebab ia pun lanjut berbicara: Dimi epi wogi, komugai
Asa-lah pertajam akalmu dan bentuklah ia sebaik-baik
Itulah awal proses pemeliharaan akal budimu ‘dimi munii’
Namun, hai pemuda….
Berjalanlah melangkahlah di rel hukum berpikir ini
Piyo ko piyo, daa ko daa
Yang dibolehkan itu boleh, yang larangan itu terlarang
Maa (kodo) ko maa, puya ko puya
Kebenaran itu kebenaran, kebodohan itu kebodohan
Enaa ko enaa, peu ko peu
Kebaikan itu kebaikan, kejahatan itu kejahatan
Gai ko gai, tegai ko tegai
Yang wajib dipikirkan itu wajib, yang dilarang untuk dipikirkan itu tetap larangan.
Hai pemuda… janganlah berbalik dari rel pikir ini
Janganlah terbiasa berlatih memutar balik
Janganlah berganti-ganti prinsip berpikir dalam hidupmu
Janganlah membangun diri dalam kebenaran dan kebodohan
Juga jangan dalam kebaikan dan kejahatan sekaligus
Sebaliknya, berjalanlah dir el kebenaran dan kebaikan
Itulah jalan ‘Diyo Dou’: kemurnian dan kesucian diri.
Hai pemuda,…
Bertumbuhlah dalam kebenaran dan kebaikan berpikir
Berkembanglah dalam kelurusan dan kearifan ‘Dimi Gai’
Ber-akal budilah dalam kebenaran dan kebaikan itu
Sebab itulah tinta emas yang suci dan mulia dari kodrat
Itulah alat untuk mengukir memperindah martabat dirimu
Itulah yang paling termahal dalam dirimu
Itulah mahkota teragung jati diri identitasmu
Sebuah rahmat anugerah Tuhan Pencipta Pemelihara Pemilikmu
dari-Nya kau berasal, oleh-Nya kau berpikir….
dan Yang kepada-Nya kau sedang pergi menuju.
Hai pemuda…. Kenalilah dirimu sendiri dan
Jadilah dirimu sendiri
03. Hai Pemuda… Kenalilah Hati Nuranimu
Hai pemuda….
Sebuah karyamu yang agung dan benar
Yang dapat kau persembahkan
Kepada orang tua, sesama, Tuhan dan negerimu
Ialah dengan Anda menjadi seorang manusia
Manusia beradat, beriman, berilmu, dan beretos kerja.
Namun, untuk itu…. Hai pemuda….
Kenalilah hati nuranimu sendiri
Sebuah hati yang ada di dalam tubuhmu itu
Sebuah hati yang menolongmu merasa dan menimbang
Sebuah alat timbang, alat pilih dan alat berprinsip
Untuk memilih-milih, menimbang-nimbang….
Yang boleh dari terlarang
Yang benar dari yang salah dan palsu
Yang baik dari yang buruk dan jahat
Yang berguna dari yang menyesatkan dan mematikan
Yang murni, suci dan murni dari yang najis-kotor
Yang arif-bijak dari segala kebodohan.
Hai pemuda…, lihatlah hati nuranimu itu
Itulah sebuah tempat di dalam dirimu
Tempat inti isi kodrat-martabatmu bertahta
Tempat lilin kecil cahaya kodrat-insanmu bernyala
Tempat kantong suara “Gai” berkata gai dan gai
Tempat nilai keluhuran martabatmu hidup berkarya
Ialah sebuah roh, roh dari dirimu sendiri.
Hai pemuda…, dengarlah suara roh di hatimu itu
Dialah yang berbisik lembut berkata…. gai….
Yaa, yang berkata…Gai ….
Sebuah perintah untuk bermawas diri…. bermawas diri
Bermawas diri terhadap dirimu sendiri
Terhadap cara Anda mendengar suara hatimu sendiri
Suara hati yang berkata untuk berjalan menurut rel
Rel kemurnian , kesucian dan kekudusan
Yang menyuruhmu berpihak pada kebenaran itu
Dan pula kebaikan menurut “ala” diyo-dou itu.
Hai pemuda…, kenalilah dian kecil milikmu itu
Dian kecil di titik inti dari isi hati kodratmu itu
Ialah rajamu sendiri, sebuah pangkat atas kodratmu
Yang dengannya engkau hidup di sini dan di sana,
Sebuah anugerah gratis oleh Tuhanmu,
Yang menyayangimu tiada batas tak tertandingi!
04. Hai Pemuda… Peliharalah Hati Nuranimu
Hai pemuda…
Peliharalah hati nuranimu itu
Lindungilah hati sanubarimu itu
Dialah…. Sebuah kantong suara milikmu sendiri
Dialah… alat suara dari kodrat-martabatmu
Dialah…. Suara hati…. Suara kalbu….
Dialah… yang berbicara kepadamu dari dalam yang berbicara
Aku murni… aku suci… aku kudus… aku bersih
Aku isi kodratmu, isi martabatmu, isi jati dirimu
Yang diciptakan bereksistensi benar dan baik,
Itulah aku, bagian isi dari diri sendiri….
Hai pemuda….
Pertama engkau dipanggil oleh dirimu sendiri
Oleh sebuah suara yang bersuara dari dalam itu
Sebuah suara yang memanggil untuk sebuah tugas
Tugas memelihara diri sendiri….
Tugas memelihara hati nurani sendiri….
Tugas memelihara suara nurani itu….
Suara yang berkata aku murni, suci dan kudus itu,
Itulah sebabnya hai saudara pemuda….
Pilihlah hanya yang tidak terlarang… piyo…
Ikutilah hanya yang benar dari kebenaran…. maa…
Berpihaklah hanya kepada yang baik saja…. enaa…
Karena itu, hai pemuda…
Jadikanlah akal budimu, sebagai kakakmu sendiri
Seperti tetemu berkata: “Akiya dimi ko akauwai awi!”
Hai pemuda…
Jadikanlah akal budimu sebagai Pelita Penuntun,
Pelita penerang dalam perjalanan hidup yang panjang
Pelita penerang bagi suara hati nuranimu sendiri
Pelita bagi suara yang murni, suci, dan kudus itu
Suara ‘Roh Allah’ melalui ‘Roh Dirimu’ itu….
Hai pemuda…
Itulah panggilan Tuhan melalui inti isi kodratmu
Ia berbicara denganmu secara akrab, intim, menyatu
Kepada dirimu sendiri, tanpa perantara, tanpa media
Itulah bukti cinta kasih-Nya bagimu tiap pemuda….
Hai pemuda… bagaimanakah engkau menanggapi-Nya
Dengan jawaban apakah engkau menanggapi Tuhan-mu
Pertama-tama dan terutama hai pemuda….
Peliharalah hati nuranimu itu dengan sebaik-baiknya
Untuk mencintai sesama dan Tuhan-mu!
05. Hai Pemuda… Lihatlah Dirimu Sendiri
Hai pemuda… lihatlah dirimu sendiri
Perhatikanlah… siapakah dirimu ini
Siapakah engkau sebenar-benarnya…
Hai pemuda… jikalau engkau betul-betul manusia
Lihatlah kembali sejarah hidupmu di masa lalu
Perkembangan tubuhmu, …. yang engkau ada ini… dan
Pertumbuhan rohanimu,… akal budi dan hati nuranimu
Sebab engkau adalah satu-kesatuan yang utuh.
Hai pemuda….
Ketika engkau menyusu dari ibumu….
Ketika engkau disuapi oleh ibumu…
Ketika engkau dirangkul-dibelai ibumu…
Ketika engkau dipeluk-disayang bundamu…
Ia melakukan semua itu…
Untuk dirimu yang utuh jasmani-rohani
Hai pemuda….
Ketika engkau merangkak dan jatuh bangun
Ketika engkau menangis dan berteriak meminta
Ketika engkau berlari-lari telanjang
Ketika engkau berpipis tanpa malu dan takut
Engkau melakukan semua itu…
Baik secara jasmani-badani maupun secara rohani
Karena engkau adalah satu keutuhan jasmani-rohani.
Hai pemuda… jikalau pada hari ini…
Engkau belajar adat dari orang tua di kampung
Engkau belajar beriman dari gembala di gereja
Engkau belajar berilmu dari guru di sekolah
Engkau belajar bermoral dari sesama di lingkungan
Engkau belajar ber-etos kerja dari para pekerja
Semua itu kau belajar, kau tangkap dan terima
Untuk dirimu yang utuh ini… jasmani dan rohanimu
Lihatlah dirimu sendiri, tubuh, jiwa dan rohmu
Perhatikanlah dirimu sendiri penuh tanggung jawab
Peliharalah keutuhan kepribadianmu penuh cinta
Sebelum melangkah keluar lebih jauh….
Mencintai orang tua dan kaum kerabat…
Mengasihi semua orang kampung kaum sesama…
Membangun negeri memajukan bangsa…
Berkorban membangun gereja Tuhan di semua kampung…
Menyiapkan Jalan Tuhan dalam cinta kasih dan keadilan
Merayakan kebebasan anak-anak Allah!
06. Hai Pemuda… Peliharalah Dirimu Sendiri
Pada suatu hari, Yesus berjalan-jalan di suatu kampung
Lalu banyak orang datang kepada-Nya…
Kemudian kepada orang-orang itu Yesus menasehati:
“Cintailah sesamamu manusia…
seperti kamu mencintai dirimu sendiri!”.
Lalu, hai pemuda…
Bagaimanakah setiap orang harus mencintai diri sendiri
Supaya dapat mencintai sesama dengan benar dan baik?
Hai pemuda… jawablah pertanyaan berikut ini:
Dapatkah seorang tak beradat menuntun orang beradat…
Dapatkah seorang tak beriman menuntun orang beriman…
Dapatkah seorang tak berilmu menuntun orang berilmu…
Dapatkah seorang tak beretos menuntun orang beretos…
Dapatkah seorang buta menuntun orang yang bermata…
Karena itu, hai pemuda…
Memelihara adat-budaya yang ada padamu…
Memelihara iman-kepercayaan yang ada padamu…
Memelihara ilmu-pengetahuan yang ada padamu…
Memelihara moralitas dan etika yang ada padamu…
Memelihara etos-kerja yang ada padamu… dan…
Memelihara segala harta-kekayaan potensi dirimu…
Sebagai tanda bukti Anda mencintai dirimu sendiri
Dengan benar, baik, adil, dan bertanggungjawab
Untuk kemudian dapat mencintai sesamamu manusia.
Kemudian, selanjutnya Tuhan Yesus berkata :
“Barangsiapa bertelinga,
hendaklah ia mendengar dan
Barangsiapa bermata,
hendaklah ia melihat!”
Karena itu, hai pemuda…
Hendaklah kamu menjadi bertelinga,
Mendengar suara Tuhanmu itu,
Yang bersuara di dalam dan melalui suara hatimu dan
Hendaklah kamu menjadi bermata,
Untuk melihat kekayaan martabat yang diberi Allahmu itu
Yang bertahta di kedalaman hati nuranimu yang bersuara
Sebab itulah jalan pertama dan terutama
Memelihara diri sendiri, pertanda cinta sejati.
Hai pemuda…, peliharalah dirimu sendiri…
Di masa mudamu yang penuh tantangan ini!
Percayalah pada dirimu, Anda pasti bisa, Anda pasti menang!
- II –
HAI PEMUDA… LIHATLAH
MASALAH-MASALAHMU
P e n g a n t a r
Hai pemuda…, lihatlah masalah-masalah di sekitarmu
karena di usia mudamu ini
engkau sedang hidup dalam beraneka masalah-masalah
ada masalah yang datang dari dalam dirimu sendiri
ada masalah yang kau bawa dari masa lalu hidupmu
ada juga yang kau ciptakan sendiri sekarang ini
ada juga yang datang menjumpai anda di tempatmu
tetapi, hai pemuda… dan engkau hai remaja…
mungkin juga dalam relasi dengan orang tuamu
dan pula dalam hubungan dengan saudara sekeluarga
namun ada juga yang diperoleh dalam pergaulan seteman
barangkali dengan gurumu sendiri di sekolah pula
tetapi sedikit-sedikit dengan taman si ‘buah hati’
atau teman-teman seiman di lingkungan rumah…
tetapi yang terpenting, hai sahabat pemuda…
biarlah pikiran berikut ini engkau tahu,
masa muda ialah masa yang penuh dengan masalah…
ada masalah yang menantang dan menempah
juga ada yang meneguhkan pengharapan dan idealisme
tapi ada pula yang mematahkan semangat dan harapan
ada juga yang membuat hati menjadi sangat sakit dan terluka
terkadang sampai membuat berpikir ingin mati saja
dan membuat hidup ini seolah-olah tak berarti…
Ya, begitulah kenyataan kehidupan di masa musa itu
Pergolakan demi pergolakan silih berganti terus-menerus
Dan kehidupan ini menjadi seibarat panggung sandiwara
Tempat semua masalah melakonkan diri untuk ditonton,
Di mana semua pemuda menjadi para penonton bahkan
Tak jarang menjadi pelakon sandiwara itu sendiri.
Tapi, ingat hai pemuda…
Tanpa masalah engkau bukan pemuda,
Dan tak akan menjadi seorang pemuda.
Dari dalam tungku masalah-masalah itulah
Seorang pemuda menjadi dirinya sendiri.
Dalam situasi inilah engkau hai pemuda,
Harus berdoa: “Jangan masukkan kami ke dalam cobaan,
tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat…”
sebab Engkaulah yang mempunyai kami
dari dahulu dan sampai seterus-terusnya…!
01. Hai Pemuda… Mengapa Engkau Belum Mulai Melangkah?
Hai pemuda…, cobalah lihat dirimu sendiri…
Di dalam otak-akalmu itu…
Di sana terdapat banyak angan-angan dan impian
Juga aneka keinginan dan hasrat
Dan di antara semua pikiran-pikiran itu
Tentu ada pula cita-cita dan idealisme kehidupanmu…
Tapi hai pemuda…
Apakah Anda sudah sudah mengambil sikap memulainya?
Ataukah masih pikir-pikir diliputi aneka pertanyaan?
Ataukah Anda takut salah jika memulainya?
Hai pemuda, mengapa gerangan sedemikian itu…?
Cobalah camkan kalimat berikut ini, hai pemuda…
Jika kau tidak membuka mata, … Anda tidak melihat
Jika Anda tidak melangkah, … Anda tidak akan berjalan
Jika Anda tidak mencangkul, … Anda tidak akan menanam
Jika Anda tidak memulai, … Anda tidak pernah berkarya
Hai pemuda… demikianlah kehidupan itu…
Dan cobalah kau perhatikan seorang ayah di kampung ini
Ia berencana mendirikan sebuah rumah ‘Yameewa’…
Ia ke hutan mengambil… takago dan mutaida…
Satu demi satu, … dan dari hari ke hari…
Kemudian mengambil… kemoma dan kaba…
Juga dari hari ke hari,… satu demi satu…
Lalu mengambil… uwo kemoma, keyage dan eduu…
Setelah semua bahan siap, kemudian…
Ia mendirikan ‘rumah Yameewa’ itu dan memang terbangun
Lalu tahap akhir… ‘Owaa boiyo’ dibantu pikul sesama
Rumah itu pun ditutup atapnya…
Kemudian mereka bersyukur dengan ‘Owaa paga-nai’…
Hai pemuda, … lihatlah teladan sang bapak tua ini
Kalau dia tidak mulai dengan pergi masuk hutan…
Maka sudah barang tentu rumah itu tak pernah terbangun.
Dan begitulah untuk segala perjuangan hidup ini…
Untuk mencapainya, harus ada tekad dan keberanian
Untuk memulai… dan terus berjuang… dan berjuang
Biar pun ada hujan, panas, rasa lapar, bahkan sakit…
Rasa bosan, menjengkelkan dan lain-lain…
Hai pemuda… untuk masa depanmu yang panjang
Janganlah tunda karyamu hingga esok dan lusa…
Tapi mulai kini, di sini dan sekarang juga!
Syaloom!
02. Hai Pemuda… Mengapa Engkau Kurang Percaya
Diri?
Hai pemuda… coba kau perhatikan contoh ini
Ada seorang anak kecil baru latihan berjalan…
Ia mencoba berdiri… lalu melangkah satu, dua…
Setelah jatuh, ia bangun dan coba berdiri lagi…
Lalu melangkah lagi, satu, dua, tiga… dan kembali
Jatuh lagi… tapi ia coba bangkit lagi…
Bangkit dan melangkah lagi, satu, dua, tiga…
Begitulah seterusnya ia mencoba… terus mencoba…
Lalu akhirnya ia bisa berjalan…
Dan, pengalaman itu…
Bukan hanya pengalaman anak itu…
Tetapi pengalaman setiap orang sewaktu kanak-kanak
Juga pengalaman kalian semua pemuda…
Juga, hai pemuda…
Cobalah kau perhatikan seorang anak
Ketika ia mulai latihan berbicara
Ia mengumpulkan kata demi kata
Mengeja dan mengucapnya satu demi satu
Kata demi kata, lalu kalimat demi kalimat
Dibangunnya dari hari ke hari, dari saat ke saat
Terlihat berat dan tak mungkin…
Tapi pada saatnya, ia pun menjadi mampu
Berkata, bercakap, berbicara mengkonsumsi diri
Tanda pernyataan mengekspresi diri yang kongkrit…
Hai pemuda…
Mengapa ketika kau salah sedikit,
Atas suatu hal yang kecil, atas satu perbuatan
Di hadapan para teman, sahabat dan juga pacarmu
Jikalau dicibirkan ataupun ditertawai…
Engkau berkecil hati, merasa begitu bersalah
Hingga akhirnya mundur tak percaya diri lagi?
Lihatlah anak-anak kecil tadi…
Kemauannya sangat kuat, tekadnya begitu bulat
Biar pun terjatuh, mereka bangkit lagi
Sekalipun salah ucap, mereka terus memperbaiki…
Hai pemuda… kau sudah meremaja… dan memuda…
Jadilah remaja… jadilah pemuda itu
Tanamkan rasa percaya dirimu di dalam hatimu
Bangkitkan kepercayaanmu, menjadi dirimu sendiri
Anda pasti bisa… mengikuti pemuda pendahulu
menuju ke pantai keberhasilanmu.
03. Hai Pemuda… Janganlah Mundur Jika Terjatuh
Lagi!
Piyo Takapi adalah seorang anggota Mudika
Di suatu stasi di Lembah Piyakuno…
Ia adalah seorang yang aktif, namun pemalu dan pendiam
Pada suatu hari…
Mereka mengadakan kegiatan pendalaman Kitab Suci
Mereka semua serius membaca dan merenungkan
Kemudian mereka bersharing-membagi pemahaman
Tapi, ketika itu…
Tiba-tiba dari tangan Piyo Takapi…
Terjatuhlah Kitab Suci yang ada di tangannya
Sampai suasana pendalaman tiba-tiba berubah
Ada yang menegur, mencibiri dan memarahinya
Piyo Takapi… tunduk, merasa malu dan menangis
Ia merasa memang sudah bersalah,
Tidak ada alasan untuk membela diri,
Ia keluar diam-diam meninggalkan tempat itu…
Teman-temannya pun berkata, yaa pergi saja, pergi…
Tak ada yang membela, semua menilai dia bersalah….
Lalu sejak ketika itu…
Piyo Takapi mengundurkan diri dari kegiatan Mudika
Bahkan ia tidak pergi ke gereja pada hari Minggu
Dia menjadi seorang yang tertutup dari pergaulan
Dan memenjarakan diri sendiri di kampungnya…
Hai pemuda…hai remaja… hai para sahabat…
Bangunlah kekuatan dan keberanian di dalam dadamu
Jangan biarkan ‘jiwamu’ tetap pengecut dan pemalu
jadikan jiwamu, jiwa yang terus maju membaja
jadikan jiwamu, jiwa yang terus maju membaja
Janganlah berkata ‘mundur’ kepada jiwamu di dada
Tempahlah diri dengan riak-riak gelombang hidup ini
Bernafaslah terus ‘dengan jiwa damai’ di sanubarimu
Tetapi hai pemuda, hai remaja… dan para sahabat
Janganlah pula mematahkan suluh-semangat teman-teman
Janganlah pula merampas tugas sang ‘hakim’ mengadili
Janganlah pula ‘memenjarakan sahabat’ di kandangnya
Ampunilah setiap sahabat kita yang bersalah
Marilah kita bersatu, saling merangkul
Hai pemuda… sahabat pejuang…
Ingatlah, … ‘kata mundur’ itu…
Tidak bersemayam di dalam ‘jiwa pemuda’, sebaliknya
‘Hanya kata maju dan maju itulah’…
sebuah kata yang paling tepat, ‘hidup dalam jiwamu’
Hai pemuda… maju dan melangkahlah dengan jiwamu!
04. Hai Pemuda, Janganlah Merasa Diri Kecil-Tak
Berarti!
Hai pemuda… lihatlah kenyataan di dunia ini
Di dalam dunia yang satu dan sama ini
Terdapat amat banyak anak-anak muda
Ada yang hidup tak berorang tua – yatim piatu
Ada yang hidup tak berumah dan hidup miskin
Ada yang kaya tapi kurang diberi perhatian
Ada yang kaya tapi kurang diberi perhatian
Ada yang tak berpunyai tapi hidup begitu tenang
Ada yang tak beruang tapi rajin bersekolah
Ada yang berharta tapi hidup berfoya-foya saja
Ada yang lemah tapi rajin rajin dan tekun bergereja
Ada yang miskin tapi suka menolong orang miskin
Ada yang rajin di rumah, sekolah dan gereja
Hai pemuda… engkau remaja… para kaum muda…
Entah siapa pun engkau
Entah apa pun latar belakang hidupmu
Entah dari situasi mana engkau datang dan berasal
Entah apa pun status sosial orang tua…
Semua anda…. Kalian bersama… adalah teman sejawat
Teman seusia, teman semasa, teman seiman, … juga
Teman seperjuangan, teman secita-cita, … dan pula
Teman sevisi, teman semisi, teman seperjalanan…
Yaitu teman yang sedang berjalan bersatu dan…
Bersama menuju ke suatu masa depan, yaa ke masa depan…
Karena itu, hai teman pemuda…
Janganlah merasa kecil di tengah-tengah temanmu…
Janganlah pula merasa tak berarti dalam kelompokmu…
Janganlah berprasangka bahwa Anda tak bernilai…
Bilamana kau merasa kecil – tak berarti teman,
Lihatlah di dalam dirimu dan diri temanmu… itu,
Di dalam sana… di dalam pusat hati nuranimu itu
Di titik pusat hati nurani yang paling terdalam
Di titik inti sari isi hati nurani itu
Bersemayam dan bertahta ‘sang martabat’ yang sama
Yaitu kodrat wajah, rupa dan gambar Allah Tuhan kita
Yang berposisi satu dan sama sebagai manusia!
Hai teman pemuda… engkau remaja… engkau kaum muda
Lihatlah engkau bukan kecil tak berarti
Engkau adalah gambar dan rupa Allah Tuhanmu…
Bangkit dan lihatlah…. Itulah kebesaranmu,
Itulah keagunganmu kodrat-martabatmu… hai teman!
05. Hai Pemuda, Janganlah Bersepi Hati Ketika
Gagal!
Hai teman-teman pemuda…
Di dalam hidup di dunia ini
Pada berbagai kesempatan dan situasi
Dapat saja mengalami kesepian…
Merasakan diri seolah-olah sedang seorang diri saja
Merasa tidak dimengerti oleh orang tua,
Juga merasa ditolak oleh saudara dan kaum kerabat,
Dan ditinggalkan dan dijauhkan oleh para teman,
Atau merasa dimasabodohi dan dibiarkan…
Terlebih ketika kita mengalami kegagalan…
Suatu kegagalan kecil…
Tidak senang dalam perlombaan musik,
Atau gagal menjadi juara dalam pertandingan volly,
Tidak berhasil terpilih menjadi ketua group tertentu,
Tidak naik kelas walau merasa diri pintar,
Tidak lulus testing pegawai biar sering tampil,
Tidak dipilih menjadi ketua kring, ketua RT… dll
Hai pemuda… hai orang muda… hai remaja…
Ketika kau mengalami kegagalan kecil,
Janganlah kau merasa kecil dan tak berarti,
Janganlah berputus atas kehilangan segala harapan,
Janganlah kau merasa yang terkecil dan amat terhina,
Jangan pula berpikir bahwa dunia ini seolah amat gelap,
Hai pemuda… lihatlah secercah titik terang di dadamu
Di sana masih ada setitik pengharapan…
Tuhan-mu masih ada di titik fokus isi hati kodratmu…
Ia masih memegang nafasmu, mengangkat tanganmu,
Menyuruhmu bangkit berdiri untuk berjalan maju lagi…
Ia menyertaimu, menemanimu dan mau memanusiakan dirimu,
Ia telah menciptakanmu penuh kasih sayang,
Melebihi dan melampaui segala kasih sayang manusia…
Jangankah bersedih dan bersepi hati, hai sahabat
Tapi janganlah bersombong pula ketika Anda sukses
Yaa, jangan bertinggi hati saat Anda berhasil
Karena kehidupan ini, hai sahabat…
Ia ibarat roda yang terus berputar dalam rotasinya
Ada waktu untuk gagal, ada pula waktu untuk berhasil
Ada saat menanam benih, ada waktu yang untuk memanen hasil
Ada waktu berduka cita, ada waktu untuk bersuka-ria
Hai pemuda,… bangkitlah dan majulah berjalan!!
06. Hai Pemuda, Janganlah Salah Mengerti Orang
Tuamu!
Hai kaum muda… hai kaum remaja…
Marilah kita melihat sikap sejumlah
Ketika memasuki usia remaja, mereka berkata:
“Saya bukan anak kecil lagi;
Saya tidak suka terus dinasehati;
Saya tidak mau diperlakukan terus seperti ini;
Saya tidak mau terus diawasi!.”
Hai teman pemuda…
Inilah sikap salah mengerti,
Merasa dirinya tidak dimengerti orang tuanya,
Ia tidak jujur terhadap dirinya sendiri,
Berapa banyak kali ia sediakan waktu untuk dipahami?
Mungkinkah ada orang tua yang tidak mengerti anaknya?
Hai teman remaja…
Lihatlah betapa begitu banyak teman kta,
Meninggalkan rumah-rumah orang tuanya,
Pergi tidur di rumah orang lain, entah dimana
Pergi bermain-main, entah kemana, entah dengan siapa
Pergi berputar-putar, entah untuk apa, apa maksud
Pergi berjalan-jalan, entah sampai kapan…
Dan jikalau kembali ke orang tua, ia berkata :
Mengapa gerangan demikian…
Dan mengapa begitu terbalik bersikap…
Janganlah merugikan dirimu sendiri… dan
Janganlah pula menghancurkan masa depan hidupmu…
Kembalilah ke pangkuan ibundamu… dan pula
Kembalilah ke rangkulan kasih bapakmu
Mereka telah melahirkanmu dan menyusuimu
Juga telah memeliharamu penuh kasih sayang…
Hai kaum muda…
Janganlah salah memandang orang tuamu,
Jangan pula salah mengerti orang tuamu,
Berjujurlah terhadap dirimu sendiri,
Lihatlah pada dirimu sendiri…
Ada balok apa di matamu dan pula
Ada pasak apa di mata hatimu!
Hai pemuda… janganlah menghakimi orang tuamu!
07. Hai Pemuda, Janganlah Mengubur Potensi-
potensimu!
Hai pemuda,… hai kaum muda,… hai kaum remaja…
Lihatlah potensi-potensimu yang ada dalam dirimu…
Potensi-potensi adat dan budaya…
Potensi-potensi iman – agama…
Potensi-potensi ilmu – pengetahuan…
Potensi-potensi moral – etika…
Potensi-potensi karya – usaha…
Itulah potensi-potensimu untuk kehidupanmu…
Hai pemuda…
Engkau adalah tuan dan hamba atas potensimu itu
Anda adalah guru dan murid sekaligus…
Engkau adalah pembina dan anak bina sekalian…
Anda adalah majikan dan pekerja serentak…
Engkau adalah subyek dan obyek sekaligus…
Dan, Anda sendiri adalah penentu atas potensimu itu.
Hai pemuda…
Semua benih potensi itu telah ada pada dirimu…
Berilah pupuk dan rajinlah menyiraminya…
Bersihkanlah rumput dan kotoran yang menghimpitnya…
Berilah ia penyinaran sinar cahaya terang…
Peliharalah itu bertumbuh subur dan indah…
Jagalah jangan ulat memakannya mati…
Dan, berilah ia perlindungan dari bahaya-bahayanya…
Hai pemuda…
Ukirlah dan perindahkanlah dirimu sebisanya,
Oleh pensil-pensil adat, pena-pena iman, tinta ilmu,
Spidol moral-etika, dan oleh dedikasi karya senimu…
Meraih martabat sejati…
Sebuah martabat mulia, agung dan sejati.
Hai pemuda…
Janganlah engkau menjauh dari para tetuanmu…
Dari orang-orang tuamu di kampung, dari para gembala di gerejamu,
para guru dan pendidik di sekolahmu,
para sesama manusia di lingkungan sekitarmu, dan pula
para teman-teman sekerjaanmu…
sebab bersama merekalah engkau bertumbuh – berkembang
menuju menjadi dirimu sendiri.
Hai pemuda… teman kaum muda sekalian…
Marilah kita bersatu padu menggali potensi kita
Mengukir kodrat, martabat - jati diri kita
Sekali untuk selamanya… sambil bersyukur!!
- III-
HAI PEMUDA, LIHATLAH DUNIAMU!
P e n g a n t a r
Hai pemuda, lihatlah duniamu…
dunia tempat dimana engkau berpijak kini,
dunia tempat dimana engkau berpijak kini,
dunia tempat dimana engkau hidup dan mengada,
dunia tempat dimana engkau bermain dan bergaul,
dunia tempat dimana engkau berkarya dan beraktif,
dunia tempat dimana engkau belajar dan membina diri,
hai pemuda, … itulah aneka duniamu
dan lihatlah pula dunia nya yang lain ini
anda dan dunia adat-budaya
anda dan dunia sesama umat beriman di gerejamu
anda dan dunia iman-kepercayaan agamamu
anda dan dunia sesama siswa di sekolahmu
anda dan dunia ilmu pengetahuan yang dipelajarimu
anda dan dunia sesama tetangga di lingkungan sekitar
anda dan dunia moral, etika dan sopan santun
anda dan dunia sesama kerja di tempat kerjamu
anda dan dunia etos-kerja dan keahlianmu
anda dan dunia bakat-bakatmu serta teman segroup
anda dan dunia pergaulanmu serta teman sepermainan
anda dan dunia suka cita dan kegembiraan masa mudamu
hai pemuda, inilah kompleksitas duniamu…
duniamu yang bermulti dimensi
namun bersentral, berpusat dan berfokus padamu
berelasi timbal-balik saling asah, asuh dan asih.
hai pemuda… lihatlah duniamu ini
bergembiralah di duniamu ini
bersorak-sorailah dengan masa mudamu dan
nikmatilah semua itu penuh suka cita
namun dengan tetap integrated pada ajaran adat,
berpijak teguh di atas landasan iman,
bermoralitas kokoh dalam spiritualitas kristiani
sambil mengejar seberkas ilmu peluas wawasan
dan menyemai benih-benih kehidupan dengan karya-nyata.
Hai pemuda,… lihatlah duniamu itu
Karena betapa pun dunia ini sebegitu luas
Dunai seluas itu bersentral dan berpusat pada dirimu
Di dalam hati nuranimu yang terdalam,
Yaitu di titik inti isi kodratmu sendiri,
Itulah jiwamu, roh milik dirimu sendiri
Yang dengannya kau hidup, mati dan bangkit kembali!
01. Hai Pemuda, Lihatlah Dunia Keluargamu
Sendiri!
Hai pemuda, … perhatikanlah keluargamu
Yaa,perhatikanlah kehidupan keluargamu
Biar pun Anda mulai menjadi berdikari
Dan merasa diri telah menjadi dewasa.
Hai pemuda, … kaum muda, … kaum remaja…
Janganlah menjadikan rumah orang tuamu…
Tempat peristerahatan dan persinggahan belaka,
Juga janganlah hanya sebagai tempat berdiam diri saja,
Atau pun menjadi beban semat-mata
Dan tempat membawakan dan melemparkan masalah belaka.
Ingat dan lihatlah, hai pemuda…
Engkaulah orangnya yang harus bermuka gembira…
Dan menjadi pembawa kegembiraan di keluargamu,
Dan penolong orang tua dan saudara-saudaramu,
Manakala ada kesulitan, tantangan dan beban;
Hai pemuda, engkaulah pemilik keluargamu…
Berilah perhatianmu yang tulus kepada mereka,
Lagi pula janganlah berpaling dari wajah kaum kerabatmu,
Sebaliknya, punyailah ‘rasa sense of belonging’
Yaitu perasaan bahwa engkau memiliki mereka semua.
Hai pemuda, … kaum muda, … dan kaum remaja…
Apabila orang tuamu miskin bersahaja,
Lagi pula tidak memiliki dan lemah,
Janganlah kau bersedih dan berkecil hati…
Sebaliknya, bangkitlah dalam kelapangan dana, penuh kedamaian dan pula kebesaran jiwa…
Ingatlah hai sahabat,…
Kebesaran dan keagununganmu ialah isi martabatmu,
Milikilah itu dan bangunlah itu penuh suka cita.
Dan engkau, hai pemuda…
Apabila orang tuamu kaya berharta milik,
Janganlah engkau sombong dan bermega diri,
sebaliknya, lihatlah semua itu dengan jernih mata
sebaliknya, lihatlah semua itu dengan jernih mata
Sebab dibalik semua yang kelihatan itu
Hanya ‘isi martabatmulah yang paling berharga’
Dan tunduklah untuk membangun ‘kekayaan abadi’ ini.
Hai sahabat pemuda sekalian…
Belajarlah menerima diri apa adanya dan bangunlah kehidupan ini dari apa yang kau miliki
Dan jadilah kabar gembira bagi orang tuamu
Serta segenap kaum kerabatmu!
02. Hai Pemuda, Lihatlah Sesama di Lingkungan
Sekitarmu!
Hai pemuda, lihatlah di lingkungan sekitarmu…
Ternyata keluargamu hidup bukan sendirian,
Mereka hidup dalam kesatuan dan kebersamaan
Dengan keluarga lainm para tetangganya
Mereka adalah tetangga serukun, serumpun,
Juga sekerabat, setungku ataupun seleluhur.
Dan hai pemuda,…
Di lingkungan itu, ada yang pemuda, kau tak seorang diri
Ternyata ada banyak pemuda yang lain pula
Kalian semua berada dalam satu-kesatuan-kebersamaan
Sebagai orang-orang muda, yang betu berjiwa muda.
Hai pemuda, lihatlah situasi di sekitarmu itu…
Diantara para keluarga tidi lingkungan itu,
Tak jarang terjadi pertikaian dan perselisihan,
Permusuhan dan perkelahian, kekerasan dan perkara…
Serta ketidak-adilan dan ketidak-jujuran…
Hai pemuda, siapakah engkau dalam situasi ini…
Bukankah engkau adalah pemerhati keindahan,
Penjaga keamanan, pemelihara ketenteraman, pemupuk persaudaraan yang santun,
Penegak kejujuran dan keadilan,
Serta pembawa damai?
Hai teman pemuda…
Marilah kita mulai dengan murah memberi senyum,
Sesuatu yang tidak dibeli dan ada pada kita,
Ditambah bermuka gembira kepada siapa pun
Menjadi pembawa gembira di semua situasi.
Ingatlah hai sahabat pemuda,
Itulah arti ‘menjadi lilin kecil’ bagi sesama,
Dan pula ‘menjadi garam setitik’ di lingkungan.
Dengan demikian, hai pemuda…
Jiwa dan rohmu yang bertahta di pusat martabatmu itu,
Yang ada titik fokus di dalam hati sanubari itu,
Dia sendirilah yang akan menunutn dan memeliharamu
Dalam perjalanan pengembangan diri terus-menerus
Berintikan benih iman, dilapisi pilar moral-etika,
Dibungkusi prinsip-prinsip adat-budaya dan
Dihiasi aneka nilai peradaban IPTEK.
Hai para pemuda selingkungan…
Bergandeng-gandenglah tangan-tanganmu…
Bangunlah taman persaudaraan di rukun kampungmu,
Dengan benih-benih bunga cinta kasih yang indah-mewangi,
Simbol sebuah pojok ‘Zona Damai nun Lestari’
Di negeri ‘Tanah Terjanji’!
03. Hai Pemuda, Lihatlah Sesama Iman di Parokimu!
Hai pemuda,…
“Barangsiapa bermata,
hendaklah ia melihat dan
barangsiapa bertelinga,
hendaklah ia mendengar!”
hai pemuda,… kata-kata siapakah kalimat ini?
Mengapa Dia berkata sedemikian itu?
Bukankah setiap orang itu bermata dan bertelinga?
Apakah inti sari kandungan maksud-Nya?
Hai pemuda sekalian…
memang benar, semua orang itu…
dilahirkan bermata dan bertelinga!
Tetapi, apakah roh dari setiap orang,
Roh yang bertahta di inti sari hati nurani tiap orang,
Adalah roh yang ber-mata dan ber-telinga?
Apakah roh setiap kaum muda dan para remaja
Adalah roh yang ber-mata dan ber-telinga?
Oleh karena itu, hai para pemuda…
Hendaklah kamu bersama rohmu itu,
Melihat apa yang sedang dibuat umat di parokimu,
Juga mendengar apa yang sedang diperbincangkan!
bukankah umat di parokimu,
bukankah umat di parokimu,
Sedang berbicara mengenai hasil-hasil Muspas… dan
Sedang mengerjakan program-program itu?
Bukankah sasarannya ialah agar…
Setiap pemuda menjadi…
Orang yang beradat-budaya,
Orang yang ber-ilmu-pengetahuan,
Orang yang ber-iman dan bermoralitas kristiani,
Orang yang sejahtera lahir dan bathin, dan
Orang yang sehat jasmani-rohani, serta
Menikmati kedamaian di dalam keluarga masing-masing?
Hai para pemuda sekalian…
Sing-singkanlah lengan bajumu,
Jadilah sehati-sejiwa, … dan …
Se-iya-sekata dalam persatuan,… dan
Bahu-membahulah dalam berkarya nyata,… dan
Majulah sederap-selangkah,… sambil
Berat sama dipikul, … dan
Ringan sama dijinjing, … supaya
Bahtera kita sampai di tujuan!
04. Hai Pemuda, Lihatlah Teman Seadat-sebudayamu!
Hai pemuda, …
Jikalau engkau bermata,…
Lihatlah dirimu sendiri… dan pula
Lihatlah teman seadat-sebudayamu!
tapi, hai sahabat pemuda,
tapi, hai sahabat pemuda,
Adatmu berkata demikian ini padamu :
Gai, aki akaato dou
aki akaato dou-gai tai
aki akaato diyo-dou
aki akaato dou-tou
aki akaato doo-wadoo tai!
Awas dalam mawas diri…
Pikar (an) dalam mawas diri,
Anda lihatlah dirimu sendiri
Anda lihat-telitilah akan ndirimun sendiri
Anda perliharalah kesucian dan kekudusan dirimu
Anda kuasai dan tuntunlah dirimu sendiri
Anda sambil kuasai diri berjalanlah ke masa depan!
Dan, demi teman seadat-budaya itu,
Adat-budayamu berkata padamu :
Gai, akoogei edou - lihatlah diri temanmu
akoogei dou-gai etai - perhatikanlah kesucian temanmu
akogei diyo-edou - peliharalah kesucian temanmu
akogei edou-tou - lindungilah temanmu
akogei edoo-wadoo tai - songsonglah temanmu!
Hai teman pemuda sekalian…
Lihatlah dengan mata imanmu, …
Yaitu dengan mata rohmu,…
betapa hebat adatmu berseru menuntunmu
nikmatilah segala kekayaan khazanah adat-budayamu
penuh bersuka-ria dan penuh suka-cita
sambil saling memanusiakan dan pula
sambil saling membudayakan dan memperadapkan
dengan dituntun terang mata iman rohmu
yang bertahta, berkuasa dan hidup dibathinmu.
Hai pemuda… dengarlah seruan panggilan budaya itu
Ia memanggilmu untuk mencintainya dan
Karena cintanya pula ia memanggilmu
Untuk lestarimu dan lestarinya!
Hai pemuda, lihatlah semua ini, oleh mata rohmu itu!
05. Hai Pemuda, Lihatlah Teman Sebangku
Sekolahmu!
Hai pemuda, … kaum muda, … kaum remaja…
Lihatlah teman sebangku sekolahmu itu…
Ia pun sedang duduk sama rendah,
Dan berdiri sama tinggi denganmu itu.
Anda dengan dia adalah teman sebangku,
Teman seperjalanan menuju mencapai tujuan,
Teman seperjalanan mengejar ilmu segudang pengetahuan,
Ilmu pengetahuan mengisi akal budi sepenuhnya.
Hai pemuda, … majulah bersama,
Sederap-selangkah bergandengan tangan sehati-sejiwa,
Membentuk mengasa akal budi setajam-tajamnya
Lagi pula mengukir-memperindahnya seelok mungkin
Mengejar meraih harta tak terkejar tanpa lengan
Sampai ke ujung cita idealisme.
Hai pemuda… symbol martabatmu adalah akal budimu
Oleh akal budimu itu pulalah hendaknya anda
melihat, meneliti, mengambil, memelihara dan membentuk
dan menangkap-memiliki segala ilmmu dan pengetahuan
seturut petuah ayahmu di kampung,
dimi dou, dimi dou-gai-wegenai, dimi moti, dimi munii,
dimi komugai te-wado tai, dimi yago mee kaine
dan itulah proses mendidik akal budi milikmu atau
kou ko, dimi topii ita.
Hai pemuda sekalian…
Ingatlah pula petuah para leluhur
Tiadalah boleh Anda berpaling dari jalan kebenaran
Dan pula janganlah menyimpang dari jalan kebaikan
Sebaliknya, hendaklah terus memelihara kemurnian dirimu
Selagi Anda menerima didikan sang pendidik
Dalam kubu-kubu ‘rumah pendidikan’:
Dimi munii, dimi topii tetegaa ko, Akaato diyo-dou!
Hai kaum muda dan para remaja sekalian,…
Betapapun setinggi langit ilmu kau kejari dan
Sedalam-dalam lautan kau salami cari pengetahuan
Namun jikalau kamu tidak memelihara kemurnian
Dan pula tidak melindungi kesucian dan kekudusan diri,
Maka apalah faedah dan maknya sejuta gudang ilmu itu
Bagi sebuah tubuh yang telah hancur init ini jati diri.
Hai kaum muda,… sekalian pencari ilmu…
Cari dan kejarlah ilmu yang menyelamatkan dirimu
Dan pula menyelamatkan teman serta segenap kaum famili!
06. Hai Pemuda, Lihatlah Teman Sebakat dan
Seprofesimu!
Hai kaum muda sekalian…
Lihat dan perhatikanlah bakat-bakatmu
Itulah potensi-potensimu, itulah kekayaanmu
Dan itulah hadiah gratis anugerah Pencipta-mu.
Dan terhadap bakat-bakat ini…
Setiap orang pemiliknya amat senang menikmatinya,
Menikmatinya dari hari ke hari dan di manapun
Entah seorang diri atau bersama teman sebakatnya.
Dan dengan bakat-bakat ini…
Setiap orang mengembangkannya dengan penuh suka cita
Sambil mengarungi keluasan samudera kehidupan
Walau dialaminya riak-riak gelombang, badai dan taufan
Yang menyerang menerpa keutuhan dirinya.
Dan jikalau terhadap bakat-bakat ini…
Setiap orang mengembangkannya dengan benar dan baik,
Dengan suatu tekad bulat dan kepenuhan kemauan
Serta dengan kesungguhan dan disiplin,
Niscaya orang ini akan berprestasi dan meraih sukses
Yang baginya adalah suatu kehormatan dan kemuliaan
Serta menjadi kebanggaan dan kebahagiaan bagi sesamanya.
Itulah sebabnya, hai kaum muda…
Peliharalah bakat-bakatmu itu dengan sepenuh hati
Dan kembangkanlah itu semua penuh cinta dan dedikasi
Tetapi sebaliknya hai kaum remaja…
Janganlah kau cemari, nodai dan hancurkan bakatmu sendiri
Dengan menyimpang ke jalan-jalan yang menyesatkan
Dalam rupa pengaruh rayuan dan godaan-godaan semu.
Dan hai kaum muda…. Dalam ikatan teman sebakat,
Hendaklah kamu sehati-sepikiran, sederap-selangkah,
Seasa-seasih-seasuh dalam maju mencapai tujuan
Symbol penghormatan atas derajat kodrat kemanusiaanmu
Sambil memperindahnya dengan tinta emas martabatmu itu!
Lalu, hai teman kaum muda, … ingatlah…
Dalam ikatan persaudaraan teman sebakat itu
Hukum yang paling terpokok dan terutama ialah
“Cintailah sesama teman sebakatmu itu,
seperti Anda setiap orang,
mencintai dirimu sendiri dan mencintai bakatmu itu!”
07. Hai Pemuda, Lihatlah Teman Seprofesimu!
Hai pemuda… kaum muda sekalian…
Dari mulut para orang tua-tua kita mendengar
Nasehat-nasehat didikan seperti berikut ini :
Anak yang malas mencari kayu bakar,
Kehilangan haknya untuk berdiang di pinggir api;
Anak yang malas membantu orang tua di kebun,
Ia kehilangan haknya untuk mendapatkan bagian petatas;
Anak yang tidak pergi menimba air minum,
Ia kehilangan haknya untuk mendapat air minum;
Anak yang tidak memperhatikan ternak babi,
Ia kehilangan untuk mendapat bagian kesukaannya;
Orang yang malas dan tidak bekerja,
Ia sama dengan sebuah mayat, sehingga
Ia tidak berhak untuk (meminta) makan!
Hai kaum muda dan para remaja…
Lihatlah betapa dalam makna-makna nilai filsafat kerja
Para leluhur dan orang tua-orang tuamu.
Camkanlah nilai-nilai filsafat kerja itu…
Jadikan itu landasan filsafat kerja bagi dirimu
Hayatilah nilai panggilan kerja itu dalam mengembang karya
Amalkan pekerjaanmu simbol aktualisasi diri.
Dan engkau para pemuda,…
Engkau sebagai petani atau pun peternak,
Engkau sebagai tukang kayu atau mekanik,
Engkau sebagai pegawai swasta atau pun negeri,
Engkau sebagai buruh ataupun pelayan apa pun…
Lihatlah semua tugas-karyamu itu….
Sebagai panggilan dan jawaban atas tugas martabat
Yaitu wujud ekspresi dan realisasi diri.
Dan, engkau para pemuda pekerja,…
Binalah ikatan persaudaraaan teman-teman seprofesi
Untuk membina kesaudaraan dan kerja sama sejati
Guna mengembang tugas panggilan secara bersama.
Dan hendaklah diantara kelompok-kelompok profesi
Melihat dan menemukan tali relasi makna panggilan
Yaitu panggilan untuk membangun dunia dan manusia
Demi kemuliaan dan kehormatan Sang Pencipta
Dan untuk kebaikan dan keselamatan manusia.
- IV -
HAI PEMUDA, LIHATLAH
SPIRITUALITAS OWAADAA-MU!
P e n g a n t a r
Hai pemuda,…
Lihatlah Spiritualitas Owaadaa-mu….
Spiritualitas Owaadaa leluhur – nenek moyangmu…
Spiritualitas Owaadaa orang tua di kampungmu…
Spiritualitas Owaadaa keluarga besarmu..
Spiritualitas Owaadaa keluargamu sendiri di rumah…
Spiritualitas Owaadaa milik dirimu sendiri…
hai pemuda,…
lihatlah Spiritualitas Owaadaa yang ada padamu…
pertama-tama Spiritualitas Owaadaa itu ada padamu
ada di dalam dirimu sendiri
menyatu dengan dirimu sendiri
bersentrum dan berakar di dalam dirimu sendiri
ia titik fokus inti sari isi kodrat martabatmu
ialah tempat roh-mu hidup bertahta dan bersemayam
ialah isi asli jati dirimu sendiri.
Hai pemuda, …
Lihatlah isi asli jati dirimu itu
Bina, lindungi dan peliharalah dia,
Tumbuhkanlah dia dalam kesucian dan kekudusan
Hingga ia berbunga dan berbuah di dalam hidupmu.
Untuk maksud itu, hai pemuda….
Janganlah melupakan bekas tungku rumah leluhurmu
Siapkanlah tempat membangun rumahmu di kampungmu itu
Berumah dan berkebunlah dengan serajin-rajin
Dan janganlah pernah melupakan rumah-kebunmu itu
Sebaliknya tunduk dan aktifkanlah tangan-tanganmu
Untuk memelihara semua itu tetap bersih dan murni
Sambil memperindahnya dengan ketelitian jiwa-hatimu!
Hai pemuda sekalian,… kaum muda dan remaja
jangalah memotong ‘tali rotan’ yang ada di hatimu
jangalah memotong ‘tali rotan’ yang ada di hatimu
Janganlah membocorkan ‘tungku api’ yang ada di hatimu
Jangan pula ‘mempermainkan lantai rumah’ di dalam tubuhmu
Janganlah bermain-main dengan dan mempermainkan rumah
Jangan juga melempar-lempari rumah itu
Dan janganlah ‘membongkar atap rumah’
Serta jangan pula mematah-hancurkan tiang bubungan rumah
namun peliharalah ‘api hidup di tunggu rumahmu’ itu
serta janganlah mencabut ‘sayur digio naapoo’ atau pun
peliharalah ‘sayur uguubo’ yang hidup di bekas tungkumu
dan jikalau engkau bertindak sedemikian hai pemuda…
niscaya rumah tubuhmu akan terpelihara sekokohnya!
01. Hai Pemuda, Jangan Melupakan Tanah
Leluhurmu!
Hai pemuda,…
Dengar dan camkanlah nasehat leluhurmu ini…
Meibo ka Oo komo – Owaa komo, adaku te-tai
Janganlah melupakan bekas tungku rumah orang tuamu
Janganlah tiada ruang di hatimu akan kampungmu
Janganlah tiada jiwa untuk mencintai dusunmu
Janganlah tiada kau injak kaki di negeri warisanmu.
Sebaliknya hai pemuda sejawat sekalian…
Sediakanlah waktu sedetik untuk kampungmu
Pergilah ke sana dan duduklah di sutau tempat
Duduklah dan lihatlah dari sedekatnya
Betapa indah ‘sayur digio napoo’ di tungku tua
Di tungku tua bekas tungku rumah leluhur-moyangmu.
Hai pemuda,…
Sayur hijau ‘digio napoo’ hai sahabat…
Dia yang musti hidup di kebun ‘Owaadaa-mu’
Owaadaa di dalam hatimu yang terdalam
Di dalam jiwa di dalam sanubarimu
Yang mesti kau pelihara sebaiknya
Dalam kesucian dengan kekudusan
Oleh cinta sepenuh dan jiwa seutuh.
Hai pemuda,… hai sahabat…
Bekas tungku api dari bekas rumah leluhur mu…
Itulah tempat pertama dan tumpuan kaki pertama
Yang wajib kau tumpukan dan kau injakkan
Untuk berjalan selangkah entah kemana
Itulah tempat pertama kau mendapat kehangatan
Tempat dari mana ‘jiwa-dirimu’ dibentuk
Tempat dari mana ‘cinta orang tua membentukmu’
Tempat dari mana barisan tete-nenemu hidup dulu
Tempat asal-muasal benih darah di dalam tubuhmu
yang kini menjadi giliranmu…
yaitu yang menjadi bagian tanggung jawabmu…
untuk mewarisi dan mewariskan pancaran nilai itu
ialah sebuah nilai kehidupan
kehidupan untuk hidup di bumi sekarang di sini
tapi pula untuk hidup di akhirat kelak di sana
ingatlah hai sahabat muda…
kehidupan di dunia itu tidak selamanya… tapi
kematian di dunia itu pun bisa tidak selamanya
ibarat sayur ‘digio napoo’ di tungku tua
ia hidup kembali dari kematiannya
mengingatkan ‘kehidupan kita yang ada’ kelak nanti!
02. Hai Pemuda, Bangunlah Rumah-Kebun di Dusun
Warisanmu!
Hai pemuda,… kaum muda dan remaja…
Marilah kita membaca satu catatan para orang tua
Sebuah catatan sebagai amanah kehidupan
Dan pula sebagai sebuah panggilan, katanya :
“Meibo ka Owaa komouda, Owaa komo – bugi tai!”
demikianlah bunyi amanah itu, hai teman:
Hendaklah kamu hai pemuda sekalian, ..
Membangun bagimu sebuah rumah milikmu sendiri… dan
membangun untukmu sendiri sebuah kebun kepunyaanmu
Lagi pula melindunginya dengan pagar-pagar yang kuat
Sambil memelihara ‘Owaadaa’ dengan ber-diyo dou…
Di kampung warisan leluhur dan nenek-moyangmu!”
Mengapa gerangan demikian, hai pemuda…
Beginilah ‘Sabda Sang Arif’ mengakhiri kothbah di bukit:
“Barang siapa mendengar semua ini
dan melakukannya dengan setia
ia saam dengan … seorang bijaksana…
yang mendirikan rumahnya di atas dasar tanah yang kuat
yang kalaupun banjir dan angin ribut datang
rumah itu tidak roboh, melainkan teguh berdiri kau;
tetapi barang siapa mendengar semua ini
namun tidak melakukannya
ia sama dengan… seorang bodoh…
yang mendirikan rumahnya di atas dasar pasir
yang kalau banjir dan angirn ribut datang
rumah itu pun roboh dan hancur dihanyutkannya
karena dasarnya tidak kuat!”
Hai pemuda, ..
pilihlah tepat yang tepat, benar, baik dan layak
dan itulah di kampung milikmu sendiri
di tanah warisan orang tuamu…
tiada seorang pun akan berperkara dengamu
kalaupun segala banjir dan angina ribut datang
rumah di tanah bekas tungku api rumah leluhurmu itu
akan terus teguh berdiri
baik rumah engkau meletakkan kepala
maupun rumah dirimu sendiri yang adalah Bait Allah
Dia Sang Pemilik Owaadaa
Yang meraja dan berkuasa atas Owaadaa
Yang bertumbuh sebagai benih-benih Toota Iyoo Owaadaa
Ialah Touye Iyoo di titik fokus inti dirimu sendiri!
02. Hai Pemuda, Ingatlah Rumah-Kebun di
Kampungmu!
Hai pemuda, …
Marilah kita melihat satui panggilan ini
Panggilan untuk ‘Back to the Basic’
Yaitu suatu panggilan yang mengajak kita kembali
Pulang kembali ke landasan dasar tempat berpijak
Suatu tempat untuk tidur, bangun bernafas dan kerja
Ialah suatu tempat di kampungmu…
Kampung tumpah darah leluhurmu, para nenek-moyangmu
Kampung tanah tertumpahnya darah-darah orang tua
Kampung barisan tetesan darah telah tertumpahkan
Kampung tanah tempat tumpahnya darah sendiri.
Lihatlah di tempat itu hai para pemuda…
Di tempat ada berbagai-bagai warisan harta
Warisan khazanah nilai falsafah dan nilai budaya
Warisan khazanah nilai religio dan spiritualita
Warisan khazanah nilai moral dan etika
Warisan khazanah nilai hukum dan norma-norma
Warisan khazanah nilai-nilai humania – kemanusiaan
Yang dengannya kau dibungkus penuh kasih saying
Dilahirkan, diangkat dan dipeluk penuh mesra
Serta dibelai dipelihara dalam nafas kedamaian
Yang membuatmu telah menjadi seorang manusia.
Hai pemuda, lihat dan bangkitlah jiwamu…
Berilah hatimu untuk rumah di dusunmu
Gerakkan tanganmu mengerjakan kebunmu
Bangunkan jiwamu memperhatikan Owaadaa-mu
Lindungilah semua dengan pagar-pagarnya
Peliharalah kebersihan dan keindahannya
Jadikan dusunmu itu, Kerajaan Surga bagimu di dunia
Tempat dimana kau berdiri bertumpuh berpijak
Membangun dunia seutuh tempat sekalian manusia
Duduk sebangku di satu meja persaudaraan
Menikmati apa yang indah dari semua keindahan
Sebuah anugerah Tuhanmu Sumber Segala Keindahan.
Hai pemuda sekalian…
Bangkitlah jiwa – rohmu
Back to the Basic, please
Memperindah rumah, kebun dan tanaman-tanamannya
Yang lahir dari ‘Owaadaa’ di titik pusat hatimu
Menjadi terlihat dalam ‘Owaadaa’ di kampungmu
Di tempat mana engkau mendirikan rumahmu
Rumah simbol dirimu sendiri!
03. Hai Pemuda, Tunduk-bungkukkan Tulang
Punggungmu!
Hai pemuda, ….
Luangkan waktu berjalan-jalan
Di kampung-kampung di lerang perbukitan gemunung
Di sana akan kau jumpai rumah-rumah tua
Dihuni didiami para tua-tua
Yang bila telingamu mendengar kata suaranya
Akan kau tangkap bisikan amanah berikut ini
Yang berkata :
“Hai anakku…
pada pondok-rumahmu… dan
pada kebun petatas dan keladi
yang kau bangun dan kerjakan
di tanah leluhur – orang tuamu itu
hendaklah kau tunduk-bungkukkan tulang punggungmu
dan memberikan jiwa-hati sepenuh!”
Lalu, sang Meibo yang berjenggot putih itu berkata menasehati :
“Inilah kata-kata warisan leluhur
yang kau pun menerima dari orang tua teteku
yang ia titipkan pada angkatan generasimu
untuk dijaga penuh tekun dan hormat
agar diteruskan lebih lanjut
kepada anak-cucumu kelak…
tapi, hai anak kekasih…
dari tanah dusun ini
janganlah kau lupa memuji-muji
dan bersyukur kepada Tuhan Pencipta
sebab Dia-lah Gunung Batu Emas hidup kami
tutun-temurun sepanjang generasi!”
Lalu, memang benar hai teman…
tanpa engkau menunduk dan membungkuk
engkau tak mungkin melihat ibu bumi
sebaliknya, dengan tunduk-membungkukkan punggung
engkau akan melihat ibu bumimu…
mengelohnya dengan rajin dan tekun
dan ia pun akan memberimu seteguk susu dan madunya
pelanjut hidupmu dan turunanmu
di negeri leluhur, kampung tercinta.
05. Hai Pemuda, Lihatlah Prasyarat Hidupmu!
Hai pemuda…
Lihat dan perhatikanlah nasehat orang tuamu
Nasehat dari Spiritualitas Owaadaa yang dihayatinya
Dan juga yang diamalkannya :
Pagarilah tanah warisan - Maki, Ugi-mudi eda duba
Pagarilah keluarga manusia - Mee, Uguuwoo eda duba
Pagarilah rumahmu - Owaa, Oo komo eda duba
Pagarilah Owadaamu - Owaadaa eda duba awii
Pagarilah kebun keluargamu - Tai-bugi eda duba awii
Pagarilah ternak babimu - Ekinaiyo-edepedeiyo eda duba
Hai anakku…
Pagarilah semuanya itu
Buatlah pagarnya dari kayu-kayu pilihan
Dan juga dengan tali-temali yang kuat
Dengan rotan-rotan pilihan.
Jagalah semua it uterus-menerus
Demi amannya tanah negeri warisan leluhur
Juga untuk nyamannya kehidupan kaum kerabat keluarga
Lagipula di seputar rumahmu, ruham keluargamu
Dan tentu bersama ‘Owaadaa’
Namun jangan lupa akan pagar kebun-kebun
Tempat dari mana kamu mengambil makanan
Serta pula kandang ternak-ternak peliharaan
Yaitu ternak yang rela mati berkorban
Berkorban untuk keselamatan keluargamu
Juga sebagai korban-korban syukuran.
Hai pemuda…
Itulah pra-syarat untuk hidup keluargamu
Juga untuk segenap kaum kerabat
Yang seasal dari satu tungku rumah leluhur
Yakni segenap keluarga besarmu
Bersama sebagai ‘Yame-kopa’ dan pula ‘Api-kopa’
Turunan kerabat kaum laki-laki dan perempuan
Dari satu tungku dapur cinta kasih.
Hai pemuda…
Lihatlah semua itu
Itulah identitas jati dirimu
Itulah landasan tumpuan segala harapanmu
Dari mana engkau berpijak
Menatap dan membangun dirimu atau pun hidupmu
Lalu tetua berkata: “Anakku, ingatlah semua ini!.”
06. Hai Pemuda, Cintailah Tanah Warisan
Leluhurmu!
Hai pemuda…
Dengarlah ceritera berikut ini
Ceritera para Presbiter, kaum Imam
Mengenai persoalan tanah.
Suatu ketika di kalangan orang pilihan
Para imam - presbiter bercerita
Bagaimanakah sikap kita tetrhadap tanah
Bagaimana seharusnya kita bersikap.
Tiba-tiba terdengarlah di telinga mereka
Sebuah suara langit, yaa suara dari langit
Suara dari Tuhan Maha Kudus Allah, kata-Nya :
”Tanah jangan dijual mutlak,
karena Akulah Pemilik tanah itu,
sedang kamu adalah orang asing dan
pendatang bagi-Ku.
Di seluruh tanah milikmu
Haruslah kamu memberi
Hak menebus tanah. …” (Im 25: 23-24)
Demikianlah hai para pemuda…
Dengar dan camkan secermat-cermatnya
Mengapa dan apa maksud Tuhan-mu bersabda
Bukankah agar kita mencintai tanah negeri kita
Bukankah agar kita mencintai dan mengolahnya
Bukankah agar kita memagari dan melindungi
Bukankah agar kita bertanggungjawab atasnya
Bukankah agar kita beraktivitas di atasnya.
Itulah hai pemuda…
Lebih jauh demikian pula hikmah yang tersirat
Manusia berasal dari tanah
Manusia hidup dari semua hasi bumi dan
Manusia itu, pada akhir hidupnya, kembali ke tanah
Dari tanah, oleh tanah dan kepada tanah berharap
Segenap pengharapan kehidupan kita.
Tanah itulah…
Daging dari daging kita
Tulang dari tulang belulang kita
Yang dihidupi oleh hembusan nafas Illahi
Yang dari-Nya kita hidup
Yang oleh-Nya kita dituntun
Yang kepada-Nya kita pergi menuju
Karena itu, dengar dan takutilah Tuhan Allahmu!
08. Hai Pemuda, Perhatikanlah Rumah Simbol
Dirimu Sendiri!
Hai sahabat pemuda…
Marilah kita mengamati diri kita dan
Membandingkan dengan kehadiran rumah simbol diri…
Bukankah taka (go) itu … tulang tokoo – betis anda?
tulang belulang leluhurmu?
Bukankah mutaida itu … tulang paha-muta mito-mu?
tulang belulang orang tua?
Bukankah lantai – age itu… pantat sebagai lantai diri?
Owaa age para ibu akukai-anukai kita?
Bukankah tiang kemoma itu… tulang punggung, matoka mito?
Owaa kemoma kaum laki-laki di keluarga?
Bukankah papan kabaa itu … tulang rusuk, geko mito kita?
Owaa kabaa kaum perempuan di keluarga?
Bukankah semua tiang kap itu … tulang tengkorak kepala?
Owaa wai-motikume simbol para bapak-bapak?
Bukankah atap rumah itu… rambut penutup kepala?
Owaa boiyo perlidnungan yang harus diberi?
Bukankah tiang bubungan, … akal budi dalam kepala?
Owaa Uwoo simbol bapak kepala keluarga?
Bukankah tungku apa itu, … pusat tungku diri-jantung?
Owaa Uguu simbo, roh – api keluarga?
Itulah hai pemuda….
Rumah itu adalah simbol dirimu
Juga simbol keluargamu;
Simbol segenap kaum kerabatmu secara utuh
Dan itulah simbol keutuhan komunitas sosial kita
Lihat dan camkan itu hai pemuda…
Tanpa perhatianmu…
Ia akan rusak, ia terlantar
Ia tak berasap, lagi pula sepi
Bangkitklah hai pemuda…
Perhatikanlah jangan ia diselimuti rerumputan
Bersihkanlah ia dan jagalah tetap bersih
Hiasilah ia dengan rerumputan yang berguna
Ukirlah ia dengan Toota-iyoo di Owaadaa-mu
Hai pemuda terkasih,…
Ingatlah bekas tungku api leluhurmu!
09. Hai Pemuda, Lihatlah Hukum DIYO DOU dalam Owaadaa!
Hai pemuda…
Marilah sejenak kita lihat satu hal ini
Satu yang terpenting dalam Spiritualitas Owaadaa
Satu ciri jati diri identitas Spiritualitas Owaadaa
Yang wajib bagi orang-orang di dalam Owaadaa
Yang wajib dipikir, direnung, dihayati dan diamalkan
Lalu hai pemuda…
Lihatlah komponen-komponennya
Terhadap, MAKI… Tanah, Anda wajib ber-Diyo Dou…
Ugi-mude warisan leluhur, jagalah itu…
Terhadap, MEE… Manusia, Anda wajib ber-Diyo Dou…
One-gadi – puga gadi-mu, peliharalah itu..
Terhadap, OWAA… Rumah, Anda wajib ber-Diyo Dou…
Oo komo – Owaa komo leluhur, pagari itu..
Oo age – Owaa age-mu, bersihkanlah itu…
Oo watiya – Owaa watiya, tanamlah Toota Iyoo…
Terhadap, OWAADA… OWAADAA, Anda wajib ber-Diyo Dou…
Owaadaa dirimu, jagalah kesucian dirimu…
Owaadaa keluarga, binalah kesuciannya…
Owaadaa pilar keluarga besar, awasilah…
Owaadaa komunitas sosial, tatalah dia…
Owaadaa manusia sesama, cintailah semua…
Terhadap, TOUYE… Hidup Sejahtera, Anda wajib ber-Diyo Dou…
Touye Mana Tuhanmu, renung dan taatilah…
Toota Mana Leluhur, simpanlah di hatimu…
Touye Iyoo, tanamlah dalam Owaadaa-mu…
Toota Iyoo, tanamlah di kebun sucimu…
Tou Too Iye, bangun dan siapkanlah dia…
Tou Too Iyoo, pegang dan jalanilah terus…
Imo Woya – Tou Woya, Tou Too ber-Diyo Dou…
Terhadap, TAI-BUGI, wajiblah Anda ber-Diyo Dou…
Tai-Bugi kebun di kampung teruslah kerja…
Tai-Bugi keluarga, tunduk dan rajinlah…
Tanpa kebun, tak ada kehidupan….
Tanpa kebun, triada manusia akan hidup…
Tanpa kerja-olah kebun… apa arti kebun?
Terhadap, EKINA… Ternak babi wajiblah Anda ber-Diyo Dou…
Ekina, ia rela mati untuk kehidupanmu…
ia memuaskan kehidupanmu…
ia memenuhi kebutuhanmu…
Terhadap, EDAA… Pagar-Pagar wajib Anda ber-Diyo Dou…
Terhadap semua itu, wajib Anda pagari…
Lindungilah dirimu, dengan pagar-pagarmu.
10. Hai Pemuda, Pagari Diri dan Kehidupanmu!
Hai pemuda… engkau kaum muda dan remaja…
Engkau adalah sebidang tanah titipan leluhurmu
Engkau adalahpemelihara tanah kampungmu
Engkau adalah kampungmu itu
Engkau adalah sebidang tanah
Pagarilah tanah itu…
Engkau adalah seorang manusia…
Manusia dari darah leluhurmu
Engkau berada diantara sanak-keluargamu
Semua kerabat ada di dalam inti sari hatimu…
Engkau adalah sebuah tungku rumah nenek-moyangmu
Tungku rumah itu meng-ada di dalam hatimu
Tungku rumah itu tempat ‘sayur digio’ bertumbuh
Di tempat itulah tempat kau bangun rumahmu
Di situlah landasan yang tepat bagi rumahmu
Engkau adalah rumah itu…
Engkau adalah sebuah Owaadaa…
Engkau adalah kebun suci Owaadaa itu
Engkau adalah kebun Touye itu
Engkau adalah kebun Touye Mana itu
Engkau adalah kebun Touye Iyoo itu
Anda adalah Taman Owaadaa yang suci itu
Anda adalah Taman Tootaa Manaa
Anda adalah Taman Toota Iyoo
Tanamilah semua jenis benih Toota Iyoo itu
Tanamlah benih-benih itu kebun hatimu
Di dalam hatimu semua benih itu hidup memekar…
Engkau adalah tanah perladangan warisan leluhur…
Di tanah itu terdapat banyak jenis tanaman
Itu adalah kebun-kebun tua milik leluhur…
Tempat segala benih diwariskan
Yang kini kau pelihara di hati sanubarimu…
Engkau adalah seekor korban bakaran
Juga korban keselamatan dan penghapus dosa
lagi korban penghapus salah dan peneguh janji
lagi korban penghapus salah dan peneguh janji
pula korban pendamai dan korban syukuran
ibarat ternak babi yang rela mati demi manusia
Engkau adalah pagar-pagar kuat di kampung orang tuamu
Engkau adalah pagar bagi tanah warisan leluhur
Engkau adalah pagar untuk rumah peninggalan
Engkau adalah pagar untuk semua kaum kerabat
Engkau adalah pagar bagi Owaadaa
Juga pagar kandang kebun dan ternak-ternakmu
Engkau adalah kekuatan utama!
11. Hai Pemuda, Engkaulah Pillar di Istana
Kampungmu!
Hai pemuda, …
Engkaulah… “The Pillar of the Mee’s Owaadaa”
“The Pillar of the True Human’s Owaadaa”
“The Pillar of the tradition”
“The Pillar of the religion”
“The Pillar of the nation”
“The Pillar of the your self”
“The Pillar of the Basic Principles”
“The Pillar of the of…”
“The Owaadaa of…”
Hai Pemuda… Back to the Basic, please…
Back to the your village…
Back to the your country side…
Back to the your pillars…
Back to the your foundations…
Back to the your true basic principles…
Back to the your OWAADAA’S…!
Hai Pemuda… Engkau adalah Pillars Utama di kampungmu
Engkaulah Pillar Utama Adat-Budayamu
Engkaulah Pillar Utama Agamamu
Engkaulah Pillar Utama Bangsa-Negaramu
Hai pemuda… Pulanglah ke kampung-kampungmu
Pergilah menjadi Pillar Utama di dusunmu
Bangunlah mulai dari titik pijak itu
Menuju kampung, distrik dan kota dunia
Dengan membawa obor-obor Owaadaa
Menerangi dunia semesta yang gulita
Hai pemuda… Jadilah Pillar Pembebasan di kampungmu
Membebaskan kampung dari kebodohan
Membebaskan kampung dari kemiskinan
Membebaskan kampung dari kesengsaraan
Membebaskan kampung dari penindasan
Membebaskan kampung dari ketergantungan
Membebaskan kampung dari penindasan
Membebaskan kampung dari pemerkosaan
Membebaskan kampung dari ketiadaan OWAADAA Negeri
Hai pemuda… membasis-lah di istana-istana kampungmu
Di tempat kau dilahirkan dalam kebebasan
Di dusun kau dipeluk mesra oleh kebebasan
Di tanah kau disusu oleh air susu kebebasan ibumu
Di negeri kau dirangkul oleh aneka kearifan leluhur
Hai pemuda… tanpa cinta akan kampung istanamu
Tiada pula nafas-nafas kebebasan dusun
Indahnya kampung hanya oleh cintamu
Di cintamu, istana kampungmu termangu!!!
12. Hai Pemuda, Minumlah Tetesan Air Kebenaran Dusun!
Hai pemuda… sekalian kaum muda terkasih….
Pergilah ke Oase itu…. Oase di Owaadaa-mu…
Ke titik mata air kebenaran dusun itu
Ambillah seteguk dan minumlah
Biarlah lega dahagamu
Penyegar nafas hidupmu…
Hai pemuda… duduklah sejenak menatapnya
Bagaimana air keluar dari sumbernya
Ia keluar tak henti-henti
Membasahi menyegarkan Toota Iyoo
Menumbuhkannya penuh kesuburan
Memancarkan keindahan Owaadaa
Meneguhkan kebenaran kehidupan sejati!
Hai pemuda…
Perhatikanlah tanaman Toota Iyoo di Owaadaa-mu itu…
Lihatlah bagaimana ‘kugou mapi’ bertumbuh
Ia tumbuh symbol tungku keluarga dirimu…
Tatap pula ‘toota nota dan nomo’ berdaun segar
Ia simbol akan budi dan hati nuranimu…
Juga lihatlah aneka jenis tetumbuhan lainnya
Simbol tubuh dan darahmu seutuh
Serta matailah sayur ‘digio naapoo’ itu…
Ia tumbuh di titik tengah kebun suci Owaadaa
Bagai titik tengah tungku rumahmu
Di titik pusat di tengah-tengah jiwa hatimu
Menjadi ‘butiran jernih mata sebening’
Simbol sang Roh bertahta, bersemayam, beraktif
Memompa darah di jantung jasmani-rohani
Jasmani-merohani sambil rohani-menjasmani
Suatu proses memanusia, suatu proses meng-ada
Menjadi manusia, menjadi ada
Ada untuk seterusnya…
Hidup untuk selamanya…
Suatu kebenaran, suatu ada, suatu hidup,….
Hai pemuda….
Itulah sebuah ‘Wahyu Kebenaran’ di Owaadaa dusunmu
‘Simbol Inkarnasi’ budaya Surga di tengah budaya dunia
yang telah dinikmati segenap leluhurmu
pewarismu, leluhur pewaris nilai-nilai luhur, yang nyata dan pasti
yang dengan-nya kau hidup, bernafas dan ada!
… engkau air kebenaran… mengalirlah…!!!
- V –
HAI PEMUDA,
APA PANGGILAN HIDUPMU?
P e n g a n t a r
Hai pemuda….
Jikalau kita berbicara tentang panggilan
Panggilan itu terkait dengan aneka pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini :
Apa arti panggilan?
Siapakah yang memanggil…
Siapakah yang dipanggil…
Untuk maksud apa memanggil…
Untuk maksud apa dipanggil…
Dari tempat mana memanggil…
Dari tempat mana dipanggil…
Kapan memanggil…
Kapan dipanggil…
Mengapa memanggil…
Mengapa dipanggil…
Dengan cara apa dan bagaimana memanggil…
Dengan cara apa dan bagaimana dipanggil…
Dengan sikap apa dan cara bagaimana menjawab…
Bagaimana Anda menjawab suara panggilan itu…
Hai pemuda…
Kalau kita berbicara mengenai panggilan
Panggilan yang dimaksudkan disini itu
Panggilan yang datang dari ‘Pencipta Martabat’ kita
Panggilan dari ‘Dia Yang Memiliki Martabat kita’
Panggilan dari ‘Dia Yang Menghidupkan Martabat kita’
Panggilan dari ‘Dia Yang Menuntun Martabat kita’
Panggilan dari ‘Dia Yang Berkuasa atas martabat kita’
Panggilan dari ‘Dia Yang Berkepentingan dengan kita’.
Panggilan itu panggilan yang disalurkan
Panggilan yang dialih-terus-wariskan selalu
Suatu suara yang mengikuti proses regenerasi manusia
Suatu suara yang di setiap zaman, setiap tempat dan budaya
suatu suara yang memanggil setiap pribadi.
suatu suara yang memanggil setiap pribadi.
Hai pemuda…
Suara panggilan yang memanggil setiap Anda itu
Suatu suara panggilan yang beresensi baik dan benar
Suatu suara yang memanggil berkarya itu baik dan benar
Yaitu berkarya demi kebenaran dan kebaikan manusia
Juga demi kehidupan dan keselamatan umat manusia
Yaitu suatu cara dan jalan untuk memuliakan Pencipta
Ialah Dia yang bersuara memanggil dari dalam dirimu
Ketika Anda sadar, Anda adalah Bait Allah Tuhan-mu!
01. Hai Pemuda, Anda Dipanggil menjadi Manusia!
Hai pemuda…
Anda adalah Pillar Utama
Pillar Utama untuk membangun diri
Membangun diri menjadi manusia…
Menjadi manusia beradat-budaya yang beradab
Menjadi manusia beriman yang bertaqwa
Menjadi manusia berilmu yang berwawasan luas
Menjadi manusia bermoral yang beretis
Menjadi manusia pembangun yang beretos-kerja
Menjadi manusia yang sehat-sejahtera seutuhnya
Menjadi manusia yang selamat di bumi dan di akhirat.
Dan untuk membangun diri menjadi manusia itu
Tak mungkin ditempuh melalui jalan lain
Kecuali melalui jalan…
Mengimani dan mengamini Allah-mu dengan akal-hati utuh
Mencintai diri sepenuh sebagai Bait Allah-mu
Memelihara kemurnian, kesucian dan kekudusan diri
Dengan menjauhi setiap larangan…
Namun setia dan taat pada Perintah
Dengan menjauhi setiap ketidakbenaran…
Namun mencintai kebenaran amanah
Dengan menjauhi setiap kejahatan…
Namun menjadi pelaku kebaikan
Dengan menjadikan akal budimu sebagai kakak penuntun
Sambil mendengar suaranya di dalam hati
Dengan tidak melupakan ’Hukum GAI, yang hidup’
Yang hidup di titik pusat jiwa kodratmu
Itulah ‘hukum untuk ber-mawas diri’ senantiasa
Entah kapan dan dimana pun
Biar pun apa dan mengapa
Lagi pula entah bagaimana pun jua!
Hai pemuda terkasih…
Diri Anda adalah Rumah Allah-mu
Dirikanlah rumah itu di atas dasar yang kokok
Dasar yang kokoh itu adalah dusun leluhur orang tuamu
Kampung mana leluhurmu pernah menyusu dan bermadu
Yang kini adalah kampung-mu sendiri
Yaitu kampung ada ‘Owaadaa-mu’
Yaa, di kampung halamanmu…
Dan Owaadaa itulah kampung halamanmu
Dan kampung halaman itu adalah Anda sendiri
Dan Anda sendirilah Owaadaa itu
Owaadaa di dalam rumah dirimu, rumah Allah-mu
Di hatimu…
02. Hai Pemuda, Anda Dipanggil menjadi Pillar
Kampung!
Hai pemuda…
Jikalau Anda dipanggil menjadi Pillar Kampung
Cobalah Anda lihat dan renung arti ‘pagar tua’ di dusunmu
Pagar-pagar tua itu berdiri tertancap terus-menerus
Tak goyah, tak bergerak dan tak berpindah tempat
Seolah-olah ia taat dan setia pada tuannya
Ia taat dan setia menjalankan tugasnya
Tugasnya sebagai pillar kampung
Memagari dan membentengi kampung
Melindungi dan membentengi kampung
Entah hujan, badai, angina dan dingin menyerbu
Juga bila sengat matahari panas menggigit
Itulah makna pagar-pagar tua karya nenekmu…
Pelindung kampungmu yang setia…
Hai pemuda…
Jikalau Anda dipanggil menjadi Pillar Kampung…
Cobalah kau pikir dan bayangkan
Bila setiap hari kaum disuruh berdiri di tapal batas
Menjadi seperti pagar pembatas di perbatasan dusun
Mungkinkah tugas dan peran itu dapat Anda lakukan
Mungkinkah Anda dapat bersetia, patuh dan taat
Dapatkah Anda bertahan siang-malam tanpa hentinya…
Itulah sebabnya, hai pemuda…
Jikalau Anda melihat pagar-pagar tua di kampungmu
Mulai lapuk dan tali rotannya terbuka-terputus-putus
Tidak tergerakkah hatimu untuk memperbaharuinya
Tidak cintakah Anda pada ‘tangan tua’ yang mengerjakannya
Siapa lagikah yang kau harapkan bila bukan Anda sendiri
Dan kapan lagi kau kerjakan bila bukan pada hari ini….
Hai pemuda…
Cobalah Anda camkan realitas ini
mencuri dilarang tapi pencuri tidak pernah tiada
mencuri dilarang tapi pencuri tidak pernah tiada
Merampok dilarang tapi perampok terus berkeliaran
Iri hati dilarang tapi iri hati tetap ada di dada orang
Mencaplok hak sesama dilarang tapi pelanggar HAM ada
Menjahati hak sesama dilarang tapi penjahat masih hidup
Itulah realitas yang selalu ada hai pemuda…
Maka, lihatlah panggilan kecil yang ada ini
Menjadi pillar di kampungmu
Dan jadilah Pillar Kampung itu
Untuk selamatnya kampong negerimu
Sebuah warisan turun-temurun
Yang juga akan kau titipkan
Kepada anak dan cucumu!
04. Hai Pemuda, Anda Dipanggil menjadi Pillar
Adatmu!
Beberapa tahun lalu, pada suatu hari…
Saya berjalan-jalan di suatu kampung tua
Di sana saya melihat…
Ada pagar-pagar tanah, rumah, Owaadaa, kebun, ternak
Sementara itu, di kebun Owaadaa
Terlihat sejumlah jenis tanaman ‘Toota-Iyoo’
Yang diwariskan turun-temurun sejak dahulu
Terletak di belakang sebuah rumah ‘Yameewa’
Diawasi seorang bapak tua berjenggot putih
Yang taat dan setia pada norma-norma Diyo-Dou
Aturan-aturan kemurnian, kesucian dan kekudusan
Yang juga berlaku untuk semua orang…
Ketika bertemu seorang tua beruban…
Ia berkata menasehati, katanya :
“Anakku, semua yang kau lihat ini
dulu dipelihara oleh seorang tetek saya
ia mewariskan semua ini kepada bapak saya
lalu bapakku mewariskan lagi kepadaku…
dan waktu saya tiba untuk pergi lagi
satu diantara para bapak-bapakmu
dan mudah-mudahan ketika giliran tiba
engkau mendapatkan tugas suci itu…”
Lebih jauh sang tetek bercerita…
Kalau kamu menjaga kemurnian dan kesucian diri
Kamu tidak akan takut di dalam hidup di dunia ini
Dan ketika ‘waktu tiba’, kamu tidak takut pula
Melawati ‘jalan itu’ pergi kepada ‘Bapa Manusia’
Karena Ia menjemput dengan ‘Tangan Putih Bersih’…
Setiap anak-anak Pillar Adat
Adalah anak-anak adat yang bersih, jernih, putih
Dibungkus terpelihara oleh ‘Diyo Dou’
Tidak dikulit saja
Tapi, dari dalam hati…
Dari duduk dekat tungku api dalam rumah Yameewa
Dan duduk di kebun Toota Iyo dalam Owaadaa
Dan duduk di kebun petatas dan keladi
Serta duduk membungkuk di halaman rumah di dusun
Itulah anakku terkasih…
Dari duduk dan duduk itulah
Asnak berdiri, berdikari, mandiri dan men-diri
Menjadi betul Pillar Adat-Budaya
Pillar jati diri bangsamu
Pillar Adat dan Budaya Persada Tanah Bangsamu!
04. Hai Pemuda, Jadilah Pillar Gereja - Agamamu!
Hai pemuda…
Perhatikanlah jantungmu itu berdenyut
Ia memompa darah tak henti-henti
Memompa dan mengirim ke seluruh tubuh
Agar tubuh tidak kering lagi tandus
Tapi supaya jadi gembur dan subur
Jantungmu berdenyut…
Mendenyutkan darah tubuh, jiwa dan roh
Memompakan darah jasmani-rohani secara utuh
Satu dari seorang manusia yang hidup…
Lihat jantungmu itu…
Jantung tubuh, jiwa dan rohmu
Jantung kodrat, martabat dan eksistensi
Jantung penentu hidup dan mati…
Hai pemuda…
Jantungmu itu, Owaadaa-mu
Owaadaa itu, jantungmu
Itulah inti pusat tubuh, jiwa dan rohmu
Sebuah istana suci Tuhan Raja-mu bersemayam
yang dengan-Nya, kau hidup., mati dan bangkit
asalkan kau lihat dan sadar
juga kau akui dan percaya
atau kau imani dan benarkan
dan beriman itu berarti…
melihat Tuhan-mu ada di dalam jantungmu
melihat jantungmu, tempat Tuhan-mu bertahta
percaya akan jantungmu itu
kursi singgasana Tuhan Raja-mu
dan engkau adalah Bait Allah
engkau adalah Gereja
jantungmu adalah Owaadaa-mu
Owaadaa Tuhan Raja-mu
Lihatlah Owaadaa jantungmu
Untuk menjadi pillar Gereja, Agama Tuhan-mu
Berawal-mula dari jantung-mu
Jantung tubuh, jiwa dan roh-mu
Sebuah Pillar Owaadaa sejati
Hai pemuda…
Dirimu adalah Bait Allah
Jika Anda tidak menjadi Pilar Gereja
Gereja - Agama-mu akan mati
Jikalau begitu…
Engkau pun akan mati selama-lamanya
Hai pemuda, jadilah Pilar Gereja - Agama Tuhan-mu!
05. Hai Pemuda, Jadilah Pilar Spiritualitas Owaadaa!
Apa Spiritualitas Owaadaa itu… hai pemuda
Jikalau Anda sadar bahwa :
Anda adalah Rumah Allah, atau Bait Allah
Anda adalah Rumah Kediaman Allah Tuhan-mu
Dan, jikalau Anda melihat ayah-ibumu
Sebagai Rumah Allah atau Bait Allah
Sebagai Rumah Kediaman Allah Tuhan Raja-mu
Simbol kehadiran Allah
Dan, apabila Anda memandang teman-teman pemuda
Sebagai Rumah Allah atau Bait Allah
Simbol kehadaran Allah Tuhan-mu
Dan, kalau Anda melihat orang kaya dan miskin
Sama-sama sebagai Rumah Allah atau Bait Allah
Dan, bila memperhatikan orang timur dan barat
Sebagai sesama Rumah Allah atau Bait Allah
Dan juga bila melihat orang besar dan yang kecil
Sebagai sama-sama Bait Allah
Dan lagi pula melihat orang putih dan orang hitam
Sebagai sama-sama Rumah Kediaman Allah Tuhan-mu
Dan semua sesama umat manusia sebagai Bait Allah
Lalu kemudian…
Melihat jantung yang ada di dalam tubuh
Sebagai Owaadaa, Tempat Duduk Allah Bertahta
Sehingga jantung hati ini murni, suci dan kudus
Maka, Anda pemuda… adalah
Orang yang berspiritualitas Owaadaa
Orang yang siap menjadi Pillar Spiritualitas Owaadaa
Tetapi, sebaliknya… hai pemuda
Jikalau Anda masih melihat sesama manusia
Seorang tua rentah atau pun seorang beruban putih
Seorang tuli, bisu atau buta
Seorang miskin, atau orang bodoh atau orang lemag
Seorang kolong yang bersengsara
Atau salah seorang yang palinh hina-dina
Bukan sebagai Rumah Allah atau Bait Allah
Mana, Anda…
Masih belum melihat ‘Owaadaa’
Yang ada di dalam dirimu dan di dalam dirinya
Serta Anda…
Masih belum melihat jantung hatimu
Jantung hati Owaadaa-mu dan Owaadaa-nya
Sebagai Tempat Tuhan-mu Bertahta Menghidupi-mu
Lagi pula memfasilitasi Anda menjadi dirimu sendiri
Ialah seorang manusia secitra-segambar Tuhan-mu!
07. Hai Pemuda, Jadilah Pilar Rakyat-Bangsamu!
Owaadaa… di jantung hati dalam diri
di jantung pusat keluarga
di jantung kampong leluhur orang tua
di jantung kaum kerabat keluarga
di jantung masyarakat-bangsa
Dimana ada Owaadaa
Di situ ada Roh Tuhan
Di sana Tuhan berkarya
Dan, berkaya bersama Tuhan
Tanpa Owaadaa di dalam jantung hati
Tiada pula tempat bagi Roh Allah
Diri sendiri bukan lagi bagai Bait Allah
Tiada pula pancaran sinar cahaya kekudusan Allah.
Membangun bangsa Negara tanpa Owaada
Membangun rakyat bangsa tanpa spiritualitas
Ibarat membangun rumah tanpa dasar
Bagai membangun rumah di atas dasar pasir
Melahirkan anak negeri tanpa Owaadaa
Menyusu anak persada tanpa spiritualitas
Mendidik anak rakyat bangsa tanpa Roh Allah
Membangun ke-pemuda-an tanpa jantung Owaadaa
Memajukan masyarakat keluarga tanpa Nafas Tuhan
Itu ibarat anak pipit bercita menjadi anak merpati
Diri tanpa Owaadaa di jantung
Keluarga tanpa kebun suci Owaadaa di rumah
Kesatuan kerabat tanpa Taman Owaadaa di kampung
Suatu rukun kampong tanpa Yameewa yang ber-Owaadaa
Manusia tanpa ke-roh-anian
Adalah makhluk-makhluk mati
Atau kematian… atau mati itu sendiri!
Menjadi Pilar Bangsa
Adalah panggilan bagi sekalian pemuda
Tapi untuk menjadi pillar itu
Dimulai dari diri sendiri
Dari dalam diri pribadi
Dari pusat jantung hati
Dari inti sari jantung
Dari Owaadaa jantung
Dari Owaadaa
Dari Roh Allah di Owaadaa
Yang berbisik
GAI, Pikir dan Sadar
GAI, Yang Hidup itu!
07. Hai Pemuda, Jadilah Pilar Pemersatu Bangsa!
Di kala itu Taman Imbi, di Kota Jayapura
Diadakan Kongres Pemuda se-Tanah Papua
Sebuah pertemuan besar
Oleh pemuda 250 etnis Papua
Berdiskusi satu tema milik bersama
Tema ‘Spiritualitas Owaadaa’…
Mereka berdiskusi bagus dan indah
Menggali dan mengangkat ‘kerohanian milik leluhur’
Kerohanian yang diwariskan turun-temurun
Yang telah menjiwai nafas kebudayaan
Dan menghidupi sampai kini dan pula kelak nanti….
Pertanyaan utama diskusi
“Mengapa kita belum bersatu?”
apakah karena letak kampung atau silitnya medan
ataukah karena beda bahasa dan beda moyang
ataukah karena semua belum satu pandang – satu jiwa?
Diskusi itu berkata…
Satu Roh Allah dalam 250 etnis
Satu Roh Allah dalam 250 spiritualitas Owaadaa etnis
Satu Roh Allah yang menyatukan menjadi satu Owaadaa
Satu Roh Allah untuk membangun satu spiritualitas
Ialah Satu Spiritualitas Owaadaa Manusia Papua
Yang datang dari semua kampung di satu tanah Papua…
Tapi untuk itu….
Semua harus datang dari kampus leluhur masing-masing
Dengan tidak menghilangkan kekayaan kekhususan
Untuk memperkaya kebersatuan dari kekhasan
Seturut nafas Roh Allah yang hidup-berkarya di sana
Yang semuanya telah diciptakan seturut Citra-Nya sendiri
Supaya kepada-Nya saja semua luput bertekuk memuji
Dan semua lidah mengaku sambil bernyanyi ber-Yospan
Lalu hai pemuda sekalian…
Jikalau Anda masih membeda-bedakan
Engkau orang ini atau orang itu
Engkau suku ini atau suku itu
Engkau gunung ini atau gemunung itu
Engkau pesisir ini atau pesisir itu
Engkau Gereja ini atau Gereja itu…
“Apakah Roh Allah” sejiwa-senafas dengan caramu
Apakah Roh Allah akan menjadi kekuatan Pemersatu?
Itulah sebabnya hai pemuda…
Ikutilah nafas-jiwa Roh Allah di Owaadaa leluhurmu!
08. Hai Pemuda, Apa itu Ber-Actus (Ekowai)?
Menurut seorang tua…
Ber-actus atau ekowai itu…
Mematah-tundukkan punggung… matoka tuwai
Menggerak-ayunkan tangan… gane begoo tai
Menundukkan diri di tempat kerja… keitaida miyougaa kai
Lalu orang tua berkata…
Prinsip-prinsip ber-actus atau ekowai itu…
Menjadikan akal budi… Aki kidaa dimi kou ko
Sebagai kakakmu sendiri! Akauwai awii!
Sebelum ber-actus… ekowai goo-motii beu yatoo…
Memulai ber-actus … ekowai goo-motiine yatoo…
Ketika sedang ber-actus… ekowai keiteete yatoo…
Waktu mengakhiri actus… ekowai mumaitaine yatoo…
Setelah actus berakhir… ekowai mumaida kou maiya.
Lalu.. langkah-langkah dan prosesnya…
Serta jiwa dan spirit utama ialah…
Dou ma, Gai ma, Ekowai ma,…
Dalam lihat, dalam piker, dalam karya sadar…
Lihat dengan mata akal budi… Dou
Perhatikan dengan mata jeli… igi yakii…
Selidiki dengan pintar betul… wegenai epeepi
Menetapkan hasil seleksi… wegenii-motii epeepi
Merencanakan rancangan jenis-wujud… komugai epeepi
Menetapkan rancangan kerja… ekowai ita, komugai
Mulai melaksanakan pekerjaan… ekowai-komugai keitai
Dalam sadar definitifkan actus… ekowai, komuga-moti
Dan jiwa-spiritualitas kerja itu…
Serta esensialitas nilai kerja ialah
Wajib dalam kesadaran… Dimi tapai-daiga
Dalam pikir dan lihat… Dou ma, gai ma, dubaiga
Dalam kemurnian dan kejernihan… diyo dou dubaiga
Dalam kebenaran iman kepercayaan … maa gai dubaiga
Dalam kebenaran… dengan benar… maa kodo dubaiga
Dalam kebaikan… dengan baik… enaa dubaiga
Karena kerja tanpa spiritualitas…
Karena kerja sadar manusias itu…
Bukan ibarat anak babi menyungkur tanah atau…
Bukan ibarat seekor ikan kecil mencari makan di air
Sebaliknya… actus-karya sadar manusia itu..
Suatu karya kesadaran… karya aktualisasi diri
Menjadi diri yang serupa gambar Allah Penjadi!
08. Hai Pemuda, Lihatlah Bidang Karya Owaadaa
itu!
Maki eda duba awii… Pagari tanah negeri
Satu titipan
0 komentar:
Posting Komentar