Jumat, 08 Juli 2011 01:04
Sehari, PT Freeport Rugi Rp 800 Miliar ?
DPRD-Pemda Fasilitasi Pertemuan Manajemen FI-SPSI
ribuan karyawan masih memadati pintu masuk cek poin Kuala Kencana, Kamis (7/7/2011).
ribuan karyawan masih memadati pintu masuk cek poin Kuala Kencana, Kamis (7/7/2011).
Mimika- Hingga hari keempat, ribuan Karyawan PT Freeport Indonesia, masih melakukan aksi mogok. Bahkan belum ada tanda-tanda adanya penyelesaian terkait tuntutan para karyawan tersebut. Dengan tidak beroperasinya perusahaan tambang raksasa ini, sudah dapat dipastikan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, baik PT Freeport sendiri maupun Pemda Mimika.
Memang belum ada data resmi dari pihak Manajemen Freeport soal total kerugian tersebut, namun bersasarkan informasi yang diterima pihak DPRD setempat, jika dalam sehari Perusahaan tidak beroperasi, maka kerugian yang timbul sebesar Rp 800 miliar. Hal itu seperti diungkapkan Wakil Ketua DPRD Mimika, Karel Gwijangge kepada wartawan di Mimika, Kamis (7/7), kemarin.
Menut Karel, dengan mandeknya operasional perusahaan akan sangat merugikan perusahaan dan daerah. Sebab DPRD mendengar laporan satu hari kerugian sebanyak Rp 800 miliar. “ Bayangkan angka yang begitu besar baru kita tahu. Angka sebesar ini mestinya manajemen PTFI harus menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat di seluruh Indonesia bahwa PTFI benar-benar perusahaan raksasa,” kata Karel. Karel juga meminta Pemda untuk mengontrol aktifitas di pasar dan sejumlah supermarket dan mall di Kabupaten Mimika karena informasi mengenai isu kenaikan gaji karyawan PTFI bisa berdampak pada kenaikan harga di pasar. Selain itu, Kadis Sostenakertrans Kabupaten Mimika, Dionisius Mameyao, SH.M.Si mengatakan DPRD Mimika bersama Pemda Mimika sudah berkoordinasi untuk mengundang pihak-pihak yang bersengketa agar dapat memberikan penjelasan sekaligus mencari jalan keluar penyelesaiannya.
Berkaitan dengan kerugian PTFI selama mogok, Dionisius mengatakan dalam pertemuan di Kuala Kencana manajemen PTFI mengakui satu hari perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 800 miliar. Bila mogok ini terus berlangsung dalam beberapa minggu kerugian akan bertambah besar, dan kondisi peralatan di tembagapura Portsite juga mengalami penyusutan karena tidak terawatt dalam beberapa hari ini. “ Bayangkan satu hari kerugian sebesar Rp 800 miliar hitung saja empat hari sudah rugi berapa. Dikatakan, tugas bersama mencari jalan keluar terbaik dalam rangka meminimalisir kerugian. Selain itu bila mogok terus berlanjut kerugian bertambah besar, dan bulan ini karyawan harus menerima gaji manajemen harus mencari dana untuk membayar gaji ribuan bahkan belasan ribu karyawan,” terang Dionisius.
Sebagaimana diketahui, menyikapi aksi mogok kerja ribuan karyawan PT Freeport Indonesia serta deadlock pertemuan Manajemen PTFI-PUK SP KEP SPSI PTFI untuk membahas perundingan PKB, membuat pemerintah dan DPRD Mimika harus turun tangan. Menurut rencana DPRD dan Pemda Mimika akan kembali memfasilitasi pertemuan yang akan digelar pada Jumat (8/7/2011) hari ini di ruang sidang DPRD Mimika.
“ Sektretariat DPRD Mimika telah mengirim surat ke pihak-pihak yang bersengketa. Dewan minta supaya Presdir PTFI Armando Mahler, pimpinan dan pengurus SPSI PTFI hadir dalam pertemuan tersebut, guna mencari jalan keluar sehingga karyawan bisa bekerja kembali dan operasional perusahaan bisa berjalan kembali,” kata Wakil Ketua DPRD Mimika, Karel Gwijangge, kepada wartawan di Kantor DPRD Mimika, Kamis (7/7/2011).
Karel mengatakan aksi mogok karyawan sudah tidak bisa dibendung lagi oleh siapa saja, karena semua karyawan dari Tembagapura dan Portsite sudah berkumpul di Kuala Kencana setiap hari. Siapa yang bisa jamin kalau dari hari kehari tidak ada kata sepakat baru karyawan duduk di jalan-jalan kena panas dan hujan. Ini yang harus dipikirkan baik-baik oleh manajemen PTFI,” tekan Karel.
DPRD dan Pemda mengundang untuk mendengar penjelasan dari manajemen PTFI maupun dari SPSI PTFI. Dari penjelasan itu dewan bersama pemerintah daerah akan mengeluarkan rekomendasi bagi kedua belah pihak utuk segera menyelesaikan persselisihan hubungan industrial tersebut.
Pemda dan DPRD kata Karel harus mengambil sikap tegas, karena ribuan karyawan tiap hari memadati areal Kuala Kencana itu suatu pemandangan yang kurang baik. Karena satu sisi mereka butuh perhatian dari manajemen, sisi lain mereka juga mengharapkan agar masalah ini cepat selesai.
DPRD dan Pemda akan menengahi sejumlah perselisihan yang terjadi selama ini, dan dengan tegas akan meminta para pihak untuk mematuhi kesepakatan-kesepakatan yang akan dibuat di ruangsidang DPRD Mimika. Hasil pertemuan tersebut akan disampaikan Pemda dan DPRD Mimika kepada pemerintah provinsi, pemerintah pusat melalui sejumlah kementrian dan juga ke istana Negara.
Dia juga menyoroti mogok kerja sangat menganggu aktifitas produksi di Tembagapura maupun di portsite. Betapa tidak, selama 4 hari tidak ada penggilingan konsentrat, pengiriman pengiriman konsentrat ke Porsite.
Pekerja- SPSI Desak Ingin Bertemu Pemegang Saham Freeport
Sementara itu, ribuan karyawan bersama PUK SP KEP SPSI PT Freeport Indonesia bersepakat ingin berunding langsung dengan pemilik perusahaan PT Freeport McMoran James Moffet. Keinginan tersebut disampaikan dalam pertemuan di Kuala Kencana agar Pemda Mimika bersama pemerintah pusat dapat menghadirkan pemilik perusahaan ke Timika untuk berunding dengan karyawan.
“ Hari keempat demo karyawan masih berlangsung. Sepanjang jalan dari depan cek poin Kuala Kencana hingga depan Polsek Kuala Kencana karyawan memasang tenda-tenda untuk berteduh sambil menunggu keputusan pertemuan perundigan antara SPSI dengan manajemen PTFI. Bahkan didepan pintu masuk, karyawan memasang spanduk-spanduk yang menyerukan agar manajemen segera merespon permintaan karyawan dan PUK SP KEP SPSI. Hingga hari keempat karyawan tetap berkomitmen agar Manajemen PTFI bersama pemerintah dapat menghadirkan pemilik perusahaan untuk bertemu secara langsung dengan karyawan di Kuala Kencana,” kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Mimika, Dionisius Mameyao, SH.M.Si kepada wartawan di kantornya.
Dionisius mengatakan pertemuan antara manajemen dengan PUK SP KEP SPSI PTFI dengan manajemen pada hari keempat belum ada kata sepakat, bahkan selalu berubah pemikiran-pemikiran dan permintaan-permintaan, termasuk meminta agar James Moffet datang menyelesaikan perselisihan antara manajemen dengan karyawan ini.
Selain itu, juru bicara PUK SP KEP SPSI PTFI Juli Parorongan dihadapan manajemen dan pemerintah daerah mengatakan dengan tidak punya itikad baik manajemen menanggapi permintaan SPSI melalui surat sebanyak 5 kali, hingga karyawan turun jalan kaki dari Tembagapura ke Timika dan menggelar aksi mogok selama 4 hari menandakan mosi tidak percaya terhadap manajemen. Ribuan karyawan tiap hari duduk berteduh di depan pintu masuk rumah tempat dimana mereka bekerja, namun pemberitaan dalam sejumlah media massa tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di Lapangan.
Bahkan, pada hari Selasa ribuan karyawan turun dari Tembagapura tidak difasilitasi kendaraan, makanan dan minuman. “ Jujur saja minuman baru dikirim dari Timika pukul 15.48 wit sore hari, sedangkan karyawan sudah jalan dari Tembagapura sejak jam 06.00 wit pagi hari. Bayangkan karyawannya sendiri ditelantarkan, sementara manajemen melalui juru bicara katakana, manajemen fasilitasi 60 bus, makanan dan minuman itu tidak benar,” terang Juli.
Juli mengatakan pertemuan pada hari kedua, SPSI menyerahkan nasib dan masa depan karyawan kepada manajamen agar tidak ditelantarkan. Mestinya selama demo mogok manajemen tetap memberi fasilitas, makanan dan minuman, ternyata selama 4 hari karyawan cari makan dan minum sendiri.
Dengan kerendahan hati, dia meminta ada rasa kepedulian dari manajemen untuk memperhatikan karyawannya sendiri dan jangan membiarkan mereka terlantar. Wajar jika ada perselisihan antaran buruh dan manajemen, tapi tugas manajemen tetap melindungi karyawannya bukan sebaliknya membiarkan karyawannya terlantar.
Selain itu, seruan dari ribuan karyawan menolak Presiden Direktur dan Chef Excecutif Officer (CEO) PTFI, Armando Mahler untuk bertemu dan berunding dengan PUK SP KEP SPSI PTFI. Karyawan beralasan, Armando tidak peduli dengan masalan karyawan karena sejak bergulirnya aksi mogok Armandi tidak berada di luar Timika. Karyawan sependapat dengan SPSI meminta pemilik Freeport James Moffet dating menyelesaikan masalah tersebut.
Pertemuan Tanpa Kesepakatan Pemda Sarankan Para Pighak Selesaikan Secara Internal
Pertemuan Manajemen PTFI dengan SPSI PTFI yang diberlangsung sejak Selasa ( 5/7/2011) yang dihadiri Pemda Mimika dan SPSI Pusat hingga hari keempat, Kamis (7/7/2011) tanpa ada kata sepakat. Bahkan Pemda Mimika melalui, dinas Sosial , Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsostenakertrans) Kabupaten Mimika menyarankan agar kedua pihak dapat menyelesaikan kemelut hubungan industrial ini secara internal.
“ Dalam pertemuan selalu ada perubahan-perubahaan tuntutan yang mengakibatkan jalannya perundingan tidak ada kata sepakat. Selain tuntutan berunding, SPSI juga bertahan dengan permintaan agar pemilik perusahaan James Moffet datang menyelesaikan masalah ini, ini juga sulit dijawab oleh manajemen,” kata Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsostenakertrans) Kabupaten Mimika, Dionisius Mameyao, SH.M.Si kepada wartawan di Timika.
Berkaitan dengan kebijakan manajemen yang mem-PHK 6 pengurus SPSI PTFI, Dionisius mengatakan, pihaknya telah menyarankan Manajemen PTFI untuk mencabut sanski terhadap 6 orang PUK SP-KEP SPSI, yang sudah di PHK. Dalam tawar menawar manajemen bersedia mencabut dengan tetap memberian warning 3.
Menanggapi
Hal tersebut pengurus SPSI geram dan tidak puas dengan pemberian warning 3. Namun manajemen mengacu pada pedoman PKB bahwa enam pengurus PUK SP-KEP SPSI tersebut telah melakukan tindakan mangkir, karena tidak menjalankan pekerjaan selama lima hari.
Dionisius menjelaskan dalam pertemuan tersebut manajemen menjelaskan tentang pasal mangkir sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan pasal 168 mengenai mangkir, sehingga menurut manageman Freeport bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada enam orang tersebut adalah merupakan langka yang sudah sangat bijaksana. Apalagi katanya, penjelasan manajemen bahwa dalam pedoman kerja mereka yang telah disepakati jika ada karyawan mangkir selama lima hari, harus dikenakan sanksi sesuai dengan putusan manageman.
Sehubungan dengan tindakan manejemen, dia mengakui telah menawarkan langkah terbaik agar dapat mencabut sanksi warning dari enam bulan dikurangi menjadi tiga bulan. Tawaran pemda, tetap ditolak manajemen karena pihaknya beranggapan ini bisa menjadi preseden buruk bagi manageman diwaktu mendatang.
Bahkan dengan tanggung-tanggung, SPSI mengubah tuntutan mereka sekaligus menawarkan agar selain pemilik perusahaan terlibat langsung dalam perundingan, dan manajemen PTFI berdialog langsung dengan ribuan karyawan yang tergabung dalam organisasi PUK SP KEP SPSI PT FI apa tuntutan karyawan yang sebenarnya. “ Jawaban dari karyawan itu jawaban yang lebih obyektif dan bisa menjadi sebuah keputusan dari manajemen,” terang Dionisius.
Berkaitan dengan permintaan SPSI tersebut, Dionisius menjelaskan, juru runding manajemen PTFI tidak bersedia menghadirkan pemilik perusahaan secara kolektif satu persatu, pihaknya hanya bisa menghadirkan Presdir/CEO PTFI Armando Mahler yang juga manajemen PTFI. Jawaban tersebut, mendapat tanggapan serentak dari SPSI yang menolak Armando Mahler dan tetap bersikukuh meminta pemilik saham hadir bertemu karyawan.
Melihat deadlocknya perundingan yang belum ada kata sepakat, dia menjelaskan Pemda akan memfasilitasi pertemuan yang menghadirkan kedua belah pihak untuk mencari jalan keluar terbaik sehingga karyawan dan SPSI PTFI dan manajemen bisa terima dan puas. (HDM/don/lo3)
0 komentar:
Posting Komentar